free page hit counter
Uncategorized

Pakaian Adat : Kain Tenun Tradisional Khas Suku Toraja, Baju Pokko’ dan Seppa Tallu

Tana Toraja merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki daya tarik wisata sangat tinggi. Populer dengan potensi objek wisata rekreasi, ekonomi, sejarah, seni dan budaya yang mengagumkan. Perkembangan kebudayaan suku Toraja meningkat dengan drastis di era globalisasi, hal inilah yang menjadikan pariwisata Tana Toraja sebagai puncak kebanggaan masyarakatnya.

Sebagai salah satu Kabupaten yang masih kental akan tradisi dan budayanya, dibantu oleh aksi nyata pemerintah dalam memajukan Tana Toraja sebagai daerah destinasi wisata populer di Sulawesi Selatan. Hal ini menjadikan masyarakat Tana Toraja secara sadar menjaga dan melestarikan budaya yang ada. Termasuk penggunaan kain tenun dan baju adat suku Toraja oleh masyarakat setempat.

Dinamika Perkembangan Pakaian Adat

Pakaian adat atau biasa disebut dengan pakaian tradisional yang ada di hampir setiap penjuru negeri, termasuk Tana Toraja dan beberapa daerah lainnya di Sulawesi Selatan, memiliki ciri khusus masing-masing dalam pembuatan dan cara mengenakan pakaian adat tersebut. Ciri tersebut meliputi bahan, motif, warna dan juga cara pembuatannya.

Tak berbeda jauh dengan konsep pelestarian budaya oleh pemerintah, pembuatan dan penggunaan pakaian adat dimaksudkan sebagai pengingat serta cerminan dari nilai-nilai budaya luhur yang ada pada adat setempat. Menjaga setiap ciri khusus pada budaya melalui kesenian ataupun kegiatan kebudayaan hingga mempraktekkan nilai budaya pada kehidupan sehari-hari.

Diketahui pula, pergeseran pakaian adat dalam masyarakat merupakan sesuatu yang lumrah terjadi sebagai dampak yang timbul akibat penyesuaian dengan kehidupan dan kebutuhan baru masyarakat modern. Momen penggunaan dan juga cara pemakaian pakaian adat yang menyesuaikan karakter masyarakat sekarang, termasuk sebagai kebutuhan pemasaran di sektor pariwisata.

Mengikut perubahan jaman yang semakin pesat dan tak terkendali, pariwisata yang juga membuka peluang wisatawan asing dan budaya mereka yang dengan mudahnya memasuki hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Pertukaran gaya hidup yang terjadi tak dapat terelakkan, namun hal tersebut dapat dijadikan celah penguatan nilai-nilai kebudayaan masyarakat daerah.

Pengenalan kebudayaan daerah, nilai-nilai luhur dan juga adat istiadat kepercayaan, harus dapat kita perlihatkan pada penonton ramai dari luar negeri yang datang ke panggung kita. Berikan mereka suguhan kekayaan budaya yang dimiliki oleh Zamrud Khatulistiwa. Dengan begitu, perkembangan budaya daerah dapat berjalan dengan sempurna.

Perubahan kebudayaan yang terjadi tidak akan berpengaruh secara signifikan pada nilai budaya luhur, apabila masyarakat mampu menunjukkan eksistensi adat istiadat yang kuat pada pendatang asing. Hal ini dapat tercermin melalui penggunaan pakaian adat serta aksesoris kerajinan tangan suku daerah sebagai ciri khas dan digunakan di dalam lingkungan daerah destinasi wisata.

Dalam beberapa kesempatan juga, seperti perayaan hari besar, karnaval pakaian adat serta upacara-upacara adat setempat menjadi panggung khusus bagi pengenalan pakaian adat. Pada momen tersebut, sektor pariwisata dapat memegang penuh kendali proses pelestarian budaya pakaian tradisonal.

Menjalankan nilai-nilai budaya luhur dapat menumbuhkan kekuataan bagi bangsa untuk senantiasa mencintai serta menjaga adat tradisi yang dimiliki oleh Indonesia. Baju Pokko’, Seppa Tallu, Baju Bodo dan pakaian adat lainnya yang kita kenakan di aera wisata merupakan bentuk kecintaan pada budaya negara dan juga bentuk dari perkembangan pakaian adat itu sendiri di era sekarang.

Tenun Kebanggaan Suku Toraja

Dalam kebudayaannya, orang Toraja biasa menjadikan kain Tentun Toraja sebagai tanda kasih pada saudara dan kerabat yang telah tiada. Kain tenun tersebut berperan penting dalam upacara pemakaman keluarga bagi suku Toraja. Selain itu, kain tenun juga dijadikan bahan khusus dalam pembuatan pakaian adat dan beberapa pakaian yang dikenakan memiliki makna simbolik yang melambangkan stratifikasi sosial orang yang memakainya.

Tenun Toraja hanya dibuat oleh kaum perempuan saja. Beberapa perempuan memang diberi warisan kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan dalam menenun oleh nenek atau ibu mereka. Sedari kecil, anak perempuan telah dilibatkan langsung dalam proses pembuatan kain. Dimulai dari merajang kapas atau sekadar menggulung benang.

Perlahan, pengetahuan dasar dari anak-anak perempuan Toraja meningkat dan diberi kesempatan untuk dapat belajar ke tahap pembuatan tenun yang lebih kompleks. Dalam kebudayaan suku Toraja, menenun merupakan aktivitas penting dan sangat dihormati oleh masyarakat Toraja. Oleh sebab itu, tanda cinta dan kasih memang sangat melekat pada kegigihan masyarakatnya dalam membuat dan mempertahankan kain tenun Toraja.

Memasuki era modernisasi, kain tenun tidak hanya berfungsi dalam kebutuhan sehari-hari ataupun upacara adat. Kain dijual sebagai buah tangan kepada wisatawan yang datang ke Tana Toraja. Menenun telah menjadi kegiatan yang mengalami transformasi terkait ekonomi kreatif. Selain sebagai benda penting pada kegiatan spiritual, kain tenun juga telah mampu menopang kehidupan perekonomian masyarakat Toraja.

Masyarakat tradisional biasa menggunakan bahan kain tenun dari benang kapas pintal tangan dan juga pewarna alami dari tanaman sekitar ladang atau hutan serta motif hewan dan corak tongkonan. Namun, kini pewarnaan, teknik dan juga motif kain tenun makin beragam. Variasi kain terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan jaman.

Meskipun begitu, kain tenun Toraja asli sebenarnya mudah dikenali. Tekstur yang kasar pada kain sangat khas dan hanya dimiliki oleh kain Tenun asli yang menggunakan bahan serta proses pembuatannya yang masih sangat tradisional.

Pesatnya pertumbuhan pariwisata membuat masyarakat Tana Toraja dapat memperlihatkan pesona indah kain-kain tenun kreasi perempuan Toraja. Termasuk keindahan corak kain tenun pada motif pakaian adat, Baju Pokko’ dan Sepa Tallung.

Representasi Adat Budaya Pada Pakaian Khas Suku Toraja

Kebudayaan yang unik serta memiliki ciri khas dari Tana Toraja, tercermin jelas pada beberapa kegiatan adat dan juga pada sandang kehidupan masyarakat setempat. Salah satunya ialah pakaian yang oleh beberapa masyarakat berguna sebagai pengangkat derajat manusia dan menempatkan manusia sebagai makhluk yang berakal serta membedakan kita dengan makhluk lainnya.

Pada hakekatnya, pakaian adat menjadi gambaran kekayaan yang dimiliki oleh suatu suku. Sebuah representasi nyata dari keberadaan suku dan bagaimana budaya mereka dibangun. Bagi masyarakat Tana Toraja yang berpemukiman di daerah dataran tinggi, pertanian merupakan ladang utama kehidupan mereka dan juga menghargai petuah dari leluhur yang hidup sebelum mereka.

Kehidupan tersebut memengaruhi gaya hidup serta kebudayaan masyarakat Toraja. Corak hewan ternak serta gambaran geometris rumah adat tongkonan, anak panah dan wajik. Semuanya merupakan gambaran singkat dari seluruh kehidupan yang telah dijalani oleh suku Toraja.

Penggunaan pakaian adat pun memiliki makna simbolik tertentu. Beberapa diantaranya akan menggambarkan strata penggunanya dan juga posisinya di tatanan masyarakat. Namun, umumnya pakaian adat Tana Toraja dibagi menjadi dua, yaitu Baju Pokko’ bagi kaum perempuan dan Seppa Tallu pakaian khusus kaum laki-laki.

Baju Pokko’ dan Aksesoris Kandaure

Baju adat perempuan suku Toraja disebut dengan Baju Pokko’ digunakan oleh masyarakat Toraja yang disesuaikan dengan kasta dan usia. Baju adat bagi anak perempuan biasanya memiliki ciri yang lebih sederhana dan warna yang terang. Sementara, anak perempuan remaja dan perempuan dewasa mengenakan pakaian berwarna merah, kuning dan putih yang dilengkapi dengan berbagai aksesoris.

Baju Pokko’ biasanya bermodel lengan pendek dengan warna baju dan rok yang serupa. Umumnya pakaian adat ini dibuat dari kain polos atau menggunakan kain tenun bermotif khas suku Toraja. Beberapa motif pada Baju Pokko’ membuat pakaian ini memiliki fungsi dan tujuan pada saat dikenakan, misalnya pakaian yang khusus dikenakan untuk upacara pemakaman.

Selain itu, penggunaan akesoris lengkap pun biasa dilakukan. Detail pada aksesoris ini menggunakan manik-manik sebagai kalung yang melingkar di leher dan menutup hingga bagian data serta ada yang melingkar di pinggang. Aksesoris tersebut disebut Kandaure. Ada juga gelang dan kalung yang terbuat dari manik dengan warna serupa.

Baju Pokko’ biasanya dikenakan pada saat upacara adat seperti pernikahan, upacara pemakaman dan pertunjukan seni tari Ma’gellu. Untuk acara tidak resmi, biasanya perempuan Toraja cukup memakai Baju Pokko’ tanpa Kandaure, namun tetap menggunakan kalung dan gelak manik.

Detail pada busana pengantin, Baju Pokko’ dibuat lebih mewah dengan menggunakan warna-warna yang mencolok seperti emas, silver, biru, putih atau dapat disesuaikan dengan selera. Warna yang dipilih untuk Kandaure pun disesuaikan dengan pakaian. Aksesoris pada pakaian pengantin lebh kompleks, hiasan kepala, kalung, gelang dan juga sebuah keris yang disebut dengan Gayang.

Seppa Tallu

Seppa tallu merupakan pakaian adat yang khusus dibuat untuk kaum lelaki suku Toraja. Pakaian ini terdiri sari satu set baju dan celana pendek selutut. Baju ini memiliki motif polos atau bermotif sesuai dengan kain tenun Toraja yang digunakan. Memiliki penampakkan yang lebih mencolok dengan warna cerah seperti merah, kuning dan putih.

Dalam penggunaannya, Seppa Tallu dikenakan dengan beberapa aksesoris lengkap seperti selendang kain, Gayang, ikat kepala dan kalung. Seppa Tallu biasa digunakan dalam beberapa upacara adat ataupun acara tidak resmi, sama dengan fungsi Baju Pokko’.

Busana pengantin pria suku Toraja, memiliki model baju lengan panjang mirip dengan Jas Tutu’ suku Bugis dan bawahan yang ditutup dengan kain sepanjang mata kaki. Baju pengantin ini memiliki warna terang mencolok, seperti kuning emas, silver, biru dan warna terang lainnya, warna yang digunakan diselaraskan dengan baju pengantin perempuan.

Dengan berkembangnya jaman, penggunaan pakaian adat sudah disesuaikan dan mulai mengalami modifikasi, baik dari segi bahan, proses pembuatan dan juga motif yang dihadirkan. Namun, penyesuaian tersebut sengaja dilakukan untuk menjaga budaya adat pakaian tradisional tetap terus menempel pada kehidupan sosial masyarakat modern. *fyn

Sumber Referensi :

Kain Kita. (2018, Januari 21). Tenun dari Negeri di Awan. Diakses pada 10 Oktober 2021, dari https://kain-kita.medium.com/tenun-dari-negeri-di-awan-dc546327adb9.

Budayanesia. (2020, Februari 26). Baju Adat Toraja. Diakses pada 10 Oktober 2021, dari https://budayanesia.com/baju-adat-toraja.

Nasruddin. 2018.”Pergeseran Budaya Masyaraka Perlak Asant: Studi Kasus Pakaian Adat” dalam ADABIYA Volume 20 No. 1 Februari 2018. (hlm. 1-22). Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

Join The Discussion