free page hit counter
Opini

Istri Buktikan Mantan Suami Bersalah Atas Pemerkosaan Tiga Anaknya, Polisi Menghentikan Penyelidikan

Sudahkah Anda melihat atau membaca berita mengenai sexual harrasment yang sedang ramai dibahas di media sosial? Melalui sebuah jurnal dari seseorang yang berisikan gambar curhatan dan cerita seorang istri yang menyebutkan, bahwa mantan suaminya telah memerkosa tiga anaknya. Kemudian, ia melaporkan kejadian tersebut pada pihak berwajib.

Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi. Polisi Menghentikan Penyelidikan. Judul yang menjadi perhatian publik pada cuitan tersebut. Buktikan suami bersalah atas tindak pemerkosaan terhadap tiga anaknya, lantas tidak membuat pihak kepolisian melakukan investigasi mendalam dan malah menghentikan proses penyelidikan yang sedang berlangsung.

Berita tersebut merupakan laporan khusus dari tim project multatuli perihal penghentian penyelidikan kasus pemerkosaan tiga orang anak di Polres Luwu Timur. Laporan tersebut terbit pada Rabu, 6 Oktober 2021 dan menyebar dalam sebuah cuitan di twitter dengan tagar #percumalaporpolisi yang berhasil menyedot perhatian orang banyak.

Kasus ini bermula atas laporan Lidya (nama samaran) yang melaporkan tindak pemerkosaan yang dialami ketiga anaknya yang masih dibawah umur. Semua anaknya masih berumur di bawah 10 tahun dan terduga pelaku adalah mantan suaminya yang merupakan ayah kandung ketiga anak tersebut.

Diketahui, sang mantan suami merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang memiliki jabatan penting dan posisi yang lumayan berpengaruh di lingkungan pemerintahan kabupaten Luwu Timur.

Polisi menyelidiki pengaduannya, tapi prosesnya diduga kuat penuh manipulasi dan konflik kepentingan pribadi. Selang dua bulan sejak ia membuat pengaduan, polisi menghentikan penyelidikan. Setelah perilisan berita penghentian penyelidikan kasus tersebut, akun instagram @humasreslutim merespon dan melabeli laporan tersebut sebagai ancaman atau hoax.

Rezky Pratiwi, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar, mengatakan bahwa sangat terlihat ada keberpihakkan kepolisian Luwu Timur dengan terduga pelaku. Kalau sudah ada testimoni anak, seharusnya digali lebih dalam bukti-bukti pendukung. Ia menambahkan, biasanya kepolisian merilis administrasi pemberhentian penyelidikan kasus terkait. Hal ini seringkali ditemukan pada kasus-kasus yang LBH Makassar dampingi.

“kenapa anak-anak saya menangis kesakitan setiap mau buang air kecil dan buang air besar? Kenapa anak-anak saya bilang ayahnya orang jahat dan tidak mau ketemu lagi sekarang? Kalau pertanyaannya itu tidak terjawab, apakah polisi akan membantu menemukan jawabannya?” tulis Lidya.

Sesama perempuan saya marah, merasakan sakit, derajatku terasa diinjak-injak. Pantaskah anak-anak kecil ini dilecehkan oleh orang tua kandungnya sendiri? Orang tua macam apa ini.

Bukti-bukti penguat laporan yang ditunjukkan oleh Lidya sebagai surat rujukan tertulis diagnosis internal thrombored hemorrhoid dan child abuse, kerusakan pada bagian anus akibat pemaksaan persenggamaan. Diagnosis lain abdominal and pelvic pain, kerusakan pada organ vagina akibat pemerkosaan. Diagnosis selanjutnya vaginitis/peradangan pada vagina dan konstipasi/susah buang air besar. Bukti sudah konkret tapi penyelesaian kasusnya masih ngaret.

Akun instansi penegak hukum tersebut juga sempat menyebar identitas pelapor dan belakangan diralat. Yah gimana sih, mereka pura-pura tidak tahu atau bener-bener tidak tahu jika menyebar identitas korban adalah privasi. Harusnya foto pelaku yang disebar biar masyarakat berhati-hati dan lebih aware bahwa pelaku adalah seorang ASN yang berperilaku bejat dan cacat moral.

Tidak hanya sanksi hukum yang harus diberikan, tetapi stigma jelek dari masyarakat untuk pelaku. Namun, sepertinya tugas penegak hukum tersebut adalah melindungi pelaku kejahatan. Ohh apa karena pelaku adalah pejabat, ohh atau karena dia berkuasa? Lebih mengutamakan jabatan dan kekuasaan diatas segala-galanya dibandingkan amanah. Miris yah?

Kasus ini mengingatkan saya tentang kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh beberapa staff di KPI terhadap rekan kerjanya sendiri. Sepeti biasa korban juga melapor kesana kemari mencari keadilan, namun kasusnya tak urung di usut. Seperti kata redaktur mojok sudah speak up tapi malah dipaksa give up. Hingga sekarang saya tidak tahu kasusnya akan selesai atau dibiarkan berlalu begitu saja. Anehnya orang-orang seperti mereka ini malah kebal hukum.

Semestinya tagar #percumalaporpolisi itu dimaknai sebagai bagian koreksi agar berbenah dan memperbaiki kinerja yang dinilai selama ini tidak kompeten, bukan serangan terhadap institusi.

Harapan saya semoga ibu dan ketiga anaknya mendapatkan keadilan. Semoga lekas pulih. *ica

Join The Discussion