Pancasila merupakan jiwa, kepribadian, pandangan hidup, dasar negara, sumber dari segala sumber hukum, cita-cita dan tujaun Bangsa Indonesia. Perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan bangsa telah menjadi karakter dan jati diri bangsa. Secara mufakat, Pancasila telah menjadi perjanjian dan kesepakatan seluruh elemen bangsa sebagai pandangan filosofis berbangsa dan bernegara.
Satu-satunya Ideologi negara Indonesia yang sah adalah Pancasila, yang lahir melalui sejarah yang panjang. Meskipun dalam sejarahnya kerap ideologi impor dan transnasional diinfiltrasi untuk menggoyahkan pilar bernegara ini mulai dari liberalisme, komunisme hingga khilafah. Misalnya pada insiden Gerakan 30 September (G30S), dimana terjadi penyebaran kabar di kalangan masyarakat bahwa G30S adalah usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi idologi komunis, tujuannya untuk membenarkan peristiwa Pembantaian di Indonesia (1965-1966) serta untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia. Namun, peristiwa ini berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintar Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai hari Peringatan Gerakan 30 September dan tanggal 1 Oktober di hari berikutnya sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Di tengah merebaknya pandemi virus corona (covid-19), sistem pemerintahan pun dianggap rentan disusupi dengan ideologi impor dan transnasionalisme. Yang dalam hal ini merupakan gerakan politik yang tidak sepaham dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai pilar negara. Gerakan ideologi impor ini kerap kali disangkutpautkan dengan agama, khususnya Islam, yang dapat menumbuhkan semangat khilafah dalam melegitimasi negara.
Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk mayoritas Islam sangat mudah dihebohkan dengan sekularisasi yang dapat memecah belah kedaulatan negara. Berbagai cara pun dapat ditempuh demi ideologi impor — tidak sesuai dengan nilai Pancasila— yang dianggap sebagai solusi alternatif dan lebih aktual di kehidupan sekarang. Contohnya Ideologi khilafah, mengatasnamakan Islam dalam menyebarkan ajaran anti-demokrasi dan Pancasila, mengkafirkan orang yang tidak sesuai dengan ajarannya, serta mengklaim jihad sebagai panggilan syahid. Ajaran- ajaran seperti ini sangat jauh dari ajaran Islam yang sesungguhnya terlebih dari nilai-nilai Pancasila.
Olehnya itu, pengamalan butir-butir Pancasila berikut dapat menjadi solusi atas ideologi impor dan transnasionalisme. Sikap toleransi dalam beragama. Percaya dan takwa kepada Tuha Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya serta tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
Bersikap adil dalam bermasyarakat. Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama manusia. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta berani dalam membela kebenaran dan keadilan.
Bersatu dalam perbedaan. Menumbuhkan sikap toleransi terhadap keberagaman suku, agama dan budaya. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan serta menumbuhkan cinta tanah air.
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama demi mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
Bersikap adil, memberi pertolongan kepada orang lain, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, mengembangkan persatuan-persatuan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan serta bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang penuh gotong-royong, persatuan, toleran dan menghargai keberagaman dapat sepantasnya menjadi obat dalam menangkal paham-paham radikal seperti yang disebutkan di atas. Masyarakat Indonesia perlu membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya, bukan hanya menjadikannya sebagai pajangan atau formalitas dalam sebuah upacara. *KA