free page hit counter
Opini

Membunuh Bibit Radikalisme di Masyarakat

Setelah aksi penusukan Menko Polhukam Wiranto yang dilakukan oleh Syahril Alamsyah (SA) alias Abu Rara dan istrinya FA yang diduga berafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi. Pemerintah Indonesia mengetatkan keamanan negara dan aksi ini dianggap sebagai aksi terorisme yang terencana serta merupakan buah dari paham-paham radikalisme di Tanah Air.

Radikal diartikan sebagai suatu sikap dan perilaku diluar sistem yang  tidak sesuai dengan tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Paham ini menjunjung tinggi keinginan untuk mewujudkan perubahan secara total serta revolusioner dan tak segan menggunakan cara kekerasan serta aksi-aksi  yang ekstrem.

Paham radikalisme dianggap sangat berbahaya bagi suatu Negara dan Bangsanya,  karena dapat memecah belah persatuan dan kesatuan yang telah dibangun. Selain itu, kerap kali paham radikal memicu sebuah aksi dan terkadang menjurus pada kekerasan. Aksi seperti ini biasa mereka lakukan sebagai bentuk penolakan terhadap sesuatu yang mereka yakini tidak sesuai dengan paham yang mereka anut. Menurut mereka, paham mereka lah yang paling benar.

Kasus penusukan terhadap Wiranto lalu, memunculkan kembali isu-isu kelompok radikal yang sebenarnya tak pernah hilang dari masyarakat. Mereka beraksi secara sembunyi-sembunyi dan tentunya tidak diketahui oleh masyarakat banyak. Selain itu kehadiran FA menegaskan bahwa pelaku penyebaran paham radikal tak hanya didominasi oleh para pria saja, bukan hanya perempuan saja namun mereka ini menyasar kelompok perempuan, bahkan mungkin anak-anak.

Karena itu lah, peralawanan terhadap radikalisme harus dilakukan oleh semua pihak. Tak hanya dilakukan oleh satu kelompok saja, semua elemen masyarakat baik dari level bawah hingga atas harus bersatu untuk melawan propaganda radikalisme yang juga disebarkan luaskan melalui media sosial.

Di era serba teknologi dan kemudahan mengakses segala hal di Internet, membuat masyarakat rentan terpapar paham radikalisme ini. Konten-konten yang menyerukan paham ini begitu mudah bertebaran di media sosial. Penyebaran ujaran kebencian, provokasi dan persekusi merupakan bukti nyata bahwa paham radikalisme ini memang masih ada.

Saat provokasi dan merebaknya ujaran-ujaran kebencian, akan dengan sangat mudah memanipulasi pengguna jejaring sosial ataupun seseorang yang memang sudah terpapar paham radikalisme dan yang terjadi kemudian adalah aksi terror yang mengancam keselamatan orang lain. Jika hasrat untuk melakukan terror ini dipadukan dengan keahlian atau kemampuan tertentu maka aksi terorisme akan terjadi dan tentunya tak hanya satu orang saja yang terancam, melainkan kelompok masyarakat dan bisa saja suatu Negara.

Oleh karena itu diperlukan aksi nyata dalam mengurangi atau menghapus paham-paham yang tidak sesuai dengan norma yang ada. Diketahui bahwa, melalui jejaring sosial merka menyebarkan dan melaksanakan aktivitas mereka, maka melalui jejaring sosial juga kita bisa memerangi mereka. Dengan bersikap cerdas dalam menggunakan media sosial serta tak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang belum tentu kebenaran atau malah sekadar ungkapan kebencian agar kita turut membenci suatu kelompok atau individu.

Bijak dalam bermedia sosial agar paham-paham yang tak perlu ada, benar-benar hilang dari kehidupan sosial bermasyarakat, khususnya bagi para pengguna internet. Selain itu dengan banyaknya konten-konten perdamaian atau bersih dari isu radikalisme, maka pengguna jejaring sosial akan lebih banyak melihat konten positif saja dan tentunya tak mudah terpapar paham radikalisme.

Jangan biarkan radikalisme dan aksi-aksi terorisme merusak keberagaman masyarakat Indonesia. Karena bibit radikalisme mampu merusak persatuan dan kerukunan antar umat beragama. (*ASN)

Join The Discussion