Pemuda.
Adalah mereka yang berjiwa besar
Mereka yang berjibaku untuk bangsa
Meski hanya bersenjatakan bambu runcing atau bahkan tanpa senjata
Pemuda.
Menadah pahit getir perjuangan dengan sudi
Mengindrai rintangan tanpa pamrih
Demi kibaran sang pusaka Merah Putih.
“Berikan aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia”
Pemuda.
Tak sekadar gaun nama tanpa arti
Tapi untain kata prinsipil.
Namun, “What’s in a name?”
Bila tanpa dalih
Bila tak peduli
Wahai pemuda bangsa
Singsingkan lengan bajumu
Angkat kepalamu dari rasa takut ataupun malu
Jadikan dirimu sebagai pemuda tangguh
Penentu nasib bangsa
Karena di kaki-tangan pemudalah harapan bangsa Indonesia.
Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Berikan aku 10 pemuda, maka akan aku guncangkan dunia”. Kita pastinya sudah tak asing lagi dengan kalimat tersebut. Kalimat yang diucapkan oleh sang proklamator, laki-laki kelahiran Surabaya yang telah menerima penghargaan gelar doktor honoris causa dari 26 universitas dalam dan luar negeri.
Sudah jelas bahwa beliau mempunyai harapan besar kepada pemuda daripada orang yang lanjut usia. Pada dasarnya, kekuatan fisik mereka memang berbeda jauh. Saat ini, boleh dikata negara kita sudah menyandang gelar merdeka, walaupun kita bisa melihat fenomena bahwa sebagian besar masih ada di antara kita yang belum merdeka, hak mereka diambil secara paksa demi kepentingan individu yang mengatasnamakan kepentingan sosial.
Sudah enam kali Indonesia ganti ‘pilot’ tapi masih jauh dari kata sejahtera, masih jauh dari kata merdeka yang sesungguhnya. Mari kita merujuk ke pendapat seorang tokoh mengenai kemerdekaan itu.
“Makna kemerdekaan dalam arti yang hakiki adalah bebas dari penjajahan, penindasan, kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan dan ketidak-adilan”, Marzuki Alie (ketua DPR RI periode 2009-2014). Kita garis bawahi pernyataan bebas dari penindasan, kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan dan ketidakadilan dan kita bandingkan dengan realita yang ada. Bukankah hal tersebut tak senada?
Percayalah! Indonesia yang saat ini kita rasakan belum merdeka ”bagi beberapa kalangan” masih punya harapan untuk menjadi negara yang makmur, negara yang jenjam dengan melihat prospek yang ada.
Kepada siapa kita berharap? Tentu saja kepada mereka yang menjadi “generasi pengubah nasib bangsa”(ini istilah yang saya gunakan), sebab kalau kita mengatakan “generasi penerus bangsa”, artinya agak sedikit miring –bagi penulis karena kalau nasib bangsa yang sekarang ini kita teruskan –dengan banyaknya piutang, merajelelanya kejahatan dan kemiskinan, kurangnya keadilan dan sebagainya pastinya tidak akan mengalami kemajuan dan tidak akan bertransformasi menjadi lebih baik.
Oleh karena itu, pemuda menjadi kunci terhadap baik-tidaknya negara ‘zambrud khatulistiwa’ ini. Salah satu tokoh Muslim pernah berkata dalam fatwanya “Sesunggunya di tangan pemuda nasib suatu bangsa dan di kaki pemuda keberlangsungan suatu bangsa”. Sekalipun faktanya kita berada di era milenial dengan peluang yang tak terhitung, toh masih banyak anak-anak muda menghabiskan waktunya bermain gadget daripada memikirkan bagaimana bangsa ini ke depannya. Namun demikian, kita harus tetap berbaik sangka, masih ada beberapa pemuda yang berhasil mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional. Seperti menjuara lomba lari 100 meter beberapa bulan lalu, menciptakan robot, dan lain-lain.
Pada suatu kesempatan dalam pembukaan Rapat Besar di Lapangan Ikada, Jakarta tanggal 11 September 1944, Bung Hatta berkata “Saya percaya akan kebulatan hati pemuda Indonesia, yang percaya akan kesanggupannya berjuang dan menderita”. Kalimat yang mempunyai kualitas motivasi yang tinggi dan bermakna yang dalam sama seperti kalimat yang diucapkan oleh Bung Karno. Namun memang kalimat Bung Hatta ini belum begitu dipopulerkan di Indonesia. Rasanya sangat menarik dan perlu kita kaji dari pernyataan Bung Hatta mengenai pemuda di atas. Hal tersebut dipandang bisa melengkapi dan menguatkan kalimat motivasi dari Bung Karno yang sudah sangat populer.
Ada tiga kata kunci dalam kalimat Bung Hatta, yaitu pertama adalah kebulatan hati, kedua kesanggupan berjuang, dan ketiga adalah kesanggupan menderita. Konteks dari tulisan ini adalah ingin merefleksikan apa yang pernah diucapkan oleh Bung Hatta mengenai pemuda tersebut pada masa sekarang.
Kesadaran akan penindasan zaman kolonial membuat para pemuda membulatkan hati untuk bergerak dan bersatu merebut kemerdekaan. Mereka bisa membuktikan kebulatan hati mereka dengan berjasa dalam menentukan tanggal kemerdekaan Negara Indonesia pada 17 Agustus 1945. Oleh karennya, Bung Hatta percaya jika para pemuda Indonesia mempuyai kebulatan hati secara terus menerus, dari zaman ke zaman, maka Indonesia akan menjadi bangsa yang besar dan disegani dunia. Modal utama kemerdekaan adalah kebulatan hati dari para pemuda, begitu juga dalam mempertahankan kemerdekaan, para pemuda harus tetap mempunyai kebulatan hati (Kompasiana).
Membahas semangat api dari pemuda memang tidak akan ada habisnya. Namun jika pemuda itu sadar akan pentingnya cinta tanah air dan menengok ke belakang, melihat perjuangan para pahlawan dalam melawan penjajah dengan persenjataan seadannya, maka bisa dipastikan mereka bisa membuat bangsa ini lebih baik lagi dan memulai memperbaiki bangsa, menapikan rasa takut dan menyerah dan menyongsong masa depan bangsa yang lebih agung. Karena pemuda hari ini adalah pemimpin di hari esok. (My)