Pancasila
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Jika membaca Pancasila atau melalafalkannya, rasanya kurang nikmat jika tidak mengucapkannya dengan suara yang lantang dan nyaring. Mungkin karena setiap upacara sekolah di hari senin mulai dari SD, SMP, hingga SMA bunyi Pancasila selalu kita serukan dengan suara yang keras dan lantang. Sehingga secara spontan ketika melafalkan Pancasila harus dengan semangat yang membara.
Pancasila adalah dasar dan ideologi negara kita Indonesia yang tidak akan pernah tergantikan Pancasila, sebuah kata yang sudah kita dengar sejak dini mulai dari bangku sekolah dasar, hingga perguruan tinggi. Kita telah berkelana panjang selama belasan bahkan puluhan tahun di bangku pendidikan sejak sekolah dasar, kita telah berkenalan dan bercengkrama dengan isi Pancasila melalui pelajaran PPKN.
Bukan hanya di bangku pendidkan tetapi dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai Pancasila telah tumbuh di tengah kita sebagai pemersatu bangsa. Tetapi walaupun kita telah berkenalan dengan Pancasila sejak masa kanak-kanak, tak banyak dari kita yang benar-benar menanamkan dan mengaktualkan nilai-nilai Pancasila.
Hal inilah yang menjadi PR bagi kita terutama generasi milenial, bagaimana membumikan Pancasila di tengah hiruk pikuk negeri kita dengan banyaknya problem mulai isu ekonomi, sosial, politik, konflik dimana-mana, kabar Hoax/provokasi. Membumikan Pancasila bukan hanya membicarakannya melalui ruang-ruang diskusi tanpa eksekusi.
Begitu juga mengadakan seminar, yang hanya membicarakan dan memprtontonkan kedahsyatan retorika semata soal Pancasaila tanpa bukti. Mengurai Pancasila juga tak cukup hanya pidato di atas mimbar yang megah terutama kampanye yang disaksikan oleh banyak mata dan menciptkan narasi seakan pasti tapi tak ada aksi.
Pancasila memiliki 5 sila dengan beragam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Yakni nilai ketuhanan pada sila pertama dimana pada sila pertama, kita masyarakat Indonesia percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Sila pertama sangat menonjolkan sikap toleransi dan seruan untuk membina kerukunan hidup antarumat beragama yang sangat mencerminkan negara kita dengan beberapa agama besar hingga kepercayaan atau agama lokal.
Sila kedua, nilai kemanusiaan yang di dalamnya terdapat pengakuan persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan keturunan, warna, kulit, budaya, bahasa, agama, jenis kelamin, dan kedudukan sosial. Mengembangkan sikap mengasihi dan tidak bertindak semena-mena terhadap orang lain. Dan mengembangkan sikap mencintai dan menyayangi sesama manusia.
Sila ketiga, nilai persatuan yang di dalamnya terkandung memelihara ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Menempatkan persatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai prioritas utama demi kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan. Semobyan Bhinneka Tunggal Ika dalam Pancasila juga merupakan bagian dari nilai pancasila yang tertuang dalam sila ketiga.
Sila keempat, nilai kerakyatan dimana manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Terlebih tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
Menerima hasil keputusan musyawarah dan melaksanakan secara tanggung jawab. Nilai dan aktualisasi yang terkandung dalam sila keempat juga tak lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Bukan hanya ditujukan kepada mereka yang berdasi dan berpakaian rapi, tapi juga masyarakat biasa karena Pancasila hadir untuk semua masyarakat Indonesia.
Terakhir, sila kelima nilai keadilan yang di dalamnya terkandung cita-cita masyarakat adil makmur secara material dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Saling menghargai serta menghormati hak dan kewajiban orang lain. Dan menghargai hasi karya dan kerja keras orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Nilai-nilai yang terkandung di dalam 5 sila Pancasila tidaklah sulit untuk kita aktualkan dan realisasikan. Tugas kita tinggal menjaga dan melestarikan nilai tersebut karena Pancasila adalah rumah kita, tempat kembali, berlindung dan tempat ternyaman untuk terus bersama dan bersatu.
Pancasila telah bersama dengan kita selama 77 Tahun, Pancasila adalah kiblat kita dalam bertoleransi, bersatu, berkeadilan, berkeprimanusiaan dan mengajak untuk taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu setiap daerah yang ada di Indonesia memiliki kearifan lokal sebagai ciri dan karakteristik suatu bangsa, suku dalam sebuah daerah dari Sabang sampai Merauke.
Kearifan lokal yang kita miliki sudah ada bahkan jauh sebelum Pancasila lahir, tetapi nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal setiap daerah sangat mencerminkan nilai-nilai Pancasila. Seperti prinsip hidup yang diterapkan dalam suku Makassar yang dikenal dengan Istilah “A’bulo Sibatang” yang maknanya selaras dengan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh.
Membumikan Pancasila melalui kearifan lokal menjadi satu langkah besar yang sangat berpengaruh bagi bangsa karena kearifan lokal mulai terkikis akibat adanya pengaruh globalisasi, modernitas, terutama di era industri 4.0. Sehingga dengan menjaga dan melestarikan kearifan lokal secara tidak langsung kita telah menancapkan nilai-nilai Pancasila.
Di era globalisasi dan yang penuh dengan provokasi seakan membuat Pancasila dihabisi karena orang-orang yang bersuara lantang ingin mengganti ideologi yang yang sudah tertanam sejak dini. Eksistensi Pancasila sebagai represetansi dan merahnya darah kita dan putihnya tulang kita seakan berada di ujung tanduk. Ada puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan pasang mata yang menyala siap melengserkan Pancasila dari singgasananya.
Ini adalah sebuah sirine dan alarm yang menjadi pengingat bahwa Pancasila harus dijaga, karena riwayat Pancasila sedang dipertaruhkan. Pancasila tidak hanya kita hafal di luar kepala dan nilai-nilainya tidak hanya kita pahami, tetapi juga di realisasikan dengan bukti dan aksi. Siapa lagi yang akan menjaga keutuhan Pancasila jika bukan kita Putra Putri Indonesia.
Hari ini wajah Pancasila tengah pucat pasi, iya seperti simbol yang mati. Tampangnya tak lagi rupawan bahkan nyaris kehilangan wibawa. Jika terus membiarkan hal ini terjadi, bukan hanya Pancasila yang kehilangan muka, tapi kita sendiri sebagai bangsa dan negara Indonesia yang akan kehilangan rupa Oleh karena itu, sangat penting bagi kita terutama generasi milenial untuk melihat ke belakang dan kembali membumikan kearifan lokal yang telah ada dan tumbuh bersama dengan leluhur kita. Sebagai bagian dari warisan budaya yang dapat menciptakan harmonisasi dan mengeratkan persatuan dan kebersamaan. Mari memegang teguh prinsip “A’bulo Sibatang” karena bersatu dengan orang lain adalah kebutuhan terdalam dari setiap manusia (Erich Fromm). (*NRF)