Indonesia dikenal sebagai negara multikultur yang memiliki beragam suku dan budaya dan merupakan negara multiagama, di dalamnya terdapat beragam kepercayaan yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Budha, serta Hindu.
Agama bukan hanya dipahami sebagai sumber inspirasi, dan motivasi hidup, tapi juga menjadi sumber energi pembangun kebersamaan, dan penumbuh kasih sayang antarsesama. Toleransi dalam keberagamaan memiliki posisi dan peran penting dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara.
Bersatu dalam keragaman, dan harmoni dalam perbedaan menjadi kata kunci yang tak bisa lagi diganggu gugat. Semboyan khas “Bhineka Tunggal Ika” yang kita miliki telah menyatukan bangsa Indonesia dalam satu kesatuan yang utuh dengan satu ikatan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sahabat damai, sikap intoleran dari kelompok penganut agama manapun bisa menjadi pemicu konflik yang membahayakan keutuhan NKRI tercinta. Nyatanya istilah tersebut kerap digunakan untuk menggeneralisasi masyarakat dengan pandangan berbeda pada isu tertentu.
Padahal sikap toleran ataupun intoleran masyarakat di lapangan bersifat sangat cair. Survei Populi Center pada 2019 menunjukkan bahwa sikap masyarakat terhadap berbagai isu membentuk suatu spektrum,
Alih-alih polarisasi antara mereka yang toleran dan intoleran. Sebagai contoh, seorang individu dapat bersikap ‘liberal’ pada isu kebijakan ekonomi ataupun pendidikan, tetapi berubah menjadi ‘konservatif’ ketika dihadapkan pada isu LGBT dan poligami.
Agama terkadang bukan hanya ditarik demi kepentingan politik pragmatis, tapi juga mulai dikonfrontasikan satu dengan lainnya. Intoleransi beragama dan keberagamaan mulai muncul di sana-sini, sehingga suasana yang awalnya damai dan sejuk berubah seketika.
Sikap toleransi antar penganut agama yang selama ini terbangun seolah lenyap ditelan bumi, berganti dengan sikap intoleransi yang penuh curiga dan saling menyalahkan. Klaim paling benar menjadi pemandangan rutin yang kian kental, seakan nyaris sulit dan kian rumit untuk diselesaikan.
Fenomena intoleransi dan konflik bernuansa agama di Indonesia seakan menguatkan kecurigaan bahwa agama sebagai penyebab konflik, pemicu tindak kekerasan, dan beragam perilaku yang terkadang bukan sekadar melahirkan kebencian, tapi juga permusuhan, dan peperangan dahsyat di antara sesama manusia.
Intoleransi keagamaan di Indonesia disebabkan karena kian menipisnya rasa kebangsaan, kebhinekaan, dan rendahnya rasa nasionalisme selain itu pengaruh psikologi juga menjadi salah satu alasan akan terjerumus menjadi intoleransi.
Olehnya Sahabat damai, kita perlu memahami intoleransi secara konseptual yang menjadi fenomena sosial atau malah hanya sebagai pelabelan mengatas namakan agama Islam, demi memperlancar serangan doktrinisasinya di tengah masyarakat pluralisme kita.
Intoleransi beragama adalah suatu kondisi jika suatu kelompok (misalnya masyarakat, kelompok agama, atau kelompok non-agama) secara spesifik menolak untuk menoleransi praktik-praktik, para penganut, atau kepercayaan yang berlandaskan agama.
Kata intoleransi berasal dari prefik in yang memiliki arti “tidak, bukan” dan kata dasar toleransi yang memiliki arti sifat atau sikap toleran, batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan penyimpangan yang masih dapat diterima dalam pengukuran kerja.
Dalam hal ini, pengertian toleransi yang dimaksud adalah “sifat atau sikap toleran”. Kata toleran sendiri didefinisikan sebagai “bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.”
Kasus Intoleransi bisa terjadi karena sikap diskriminatif terhadap sesama dan perasaan paling benar dalam diri seseorang. Tetapi bisa juga Intoleransi terjadi karena faktor Pendidikan.
Sebab pendidikan toleransi dan menghargai harus ditanam sejak dini (PAUD), tetapi jika sejak usia dini tidak ditanam sikap sikap toleran, maka seseorang akan susah untuk bertoleransi kepada orang lain.
Setelah masa yang panjang hingga saat ini, Sikap toleransi kini sudah mulai pudar. Tingkatan gairah Keagamaan tidak mendorong kelancaran kasih sayang,dan etika moral. Peningkatan Rumah ibadah dan penyelengaraan upacara Keagamaan tidak sebanding dengan peningkatan toleransi keagamaan satu sama lain
Banyak sekali kasus-kasus intoleransi sampai ke ranah pembunuhan karena sifat fanatisme seseorang pada sebuah agama. Dulu, orang berhenti membunuh karena agama, sekarang orang saling membunuh karena agama.
Tidak hanya pembunuhan saja. Banyak sekali penyerangan ke tempat tempat ibadah dan para pemuka agama. Sikap diskriminatif dan menggagap diri selalu benar merupakan akar dari sifat semena mena ini. Kondisi akibat Intoleransi ialah Masyarakat menjadi tidak mempunyai kesatuan. Dan sudah tidak saling menghormati kembali dalam umat beragama.
Untuk mengatasi permasalahan keagamaan yang ada di masyarakat, seperti Terorisme, Intoleransi dan Permusuhan antar umat beragama. Karena itu, suatu bangsa tidak hanya memerlukan perubahan secara kelembagaan, tetapi juga secara spiritual.
Sahabat damai, dalam proses perubahan ini dalam beragama kita tidak perlu meninggalkan kepercayaan dan upacaranya, tetapi lebih mendalami sikap toleransi dan moralitas terhadap sesama. Pada dasarnya toleransi dan saling menghargai merupakan akar dari penyelesain masalah-masalah keberagaman agama yang ada di Indonesia pada saat ini.
Seperti ungkapan Bung Karno pada nilai Ketuhanan adalah Ketuhanan yang Berkebudayaan. Yaitu nilai nilai etis keagamaan yang bersifat persaudaraan, yang berarti toleran yang memberi semangat gotong royong antara masyarakat, yang merupakan sifat asli bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.
Nah, Sahabat damai dari artikel diatas sangat jelas kita simpulkan bahwa memang intoleransi bukan hanya fenomena sosial atau kejadian yang sedang marak terjadi melainkan pelabelan kelompok yang ingin merusak tatanan NKRI dan seluruh elemen masyarakat yang menurutnya tidak sejalan. Oleh sebab itu, kita tidak boleh lengah dan berdiam diri dengan intoleransi ini.
Ryn Manist
Referensi : Berbagai Sumber