Kisah Watsilah bin Al-Asqa bahwa Rasulullah SAW. bersabda: “Suhuf Ibrahim diturunkan pada awal bulan Ramadhan, kitab Taurat turun di bulan Ramadhan, kitab Injil turun pada tanggal 13 Ramadhan, kitab Zabur turun pada tanggal 18 Ramadhan, dan AlQur‟ȃn diturunkan setelah tanggal 24 Ramadhan” (HR. Tabrani).
Hadist tersebut menunjukkan kepada kita, betapa mulia bulan suci Ramadhan sehingga Allah SWT menurunkan kitab-kitab suci kepada rasul-rasul-Nya. Allah SWT menurunkan Suhuf untuk agama Al-Hanif, Nabi Ibrahim as.
Kitab Taurat kepada agama Yahudi Nabi Musa as, kitab Zabur kepada Nabi Daud as, kitab Injil kepada agama Kristen Nabi Isa as, dan Al-Qur’an kitab mulia kepada agama Islam yaitu Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW merupakan visualisasi Al-Qur’an dalam menjalani hidup dan keteladanan bagi umatnya. Pada saat bulan Ramadhan tidak hanya mengulangulang membaca Al-Qur’an namun juga bertadabbur dan mengamalkannya dan yang paling banyak dilakukan di dalam masjid.
Rasulullah SAW. membaca: “ Dan diantara satu kaum berkumpul dalam satu rumah dari rumah-rumah Allah SWT, mereka membaca Kitab Allah dan saling mempelajarinya, kecuali ketenangan akan turun mereka, kasih sayang akan perhatian mereka, malaikat akan menaungi, dan Allah akan menyebutkan mereka di tengah makhluk yang ada di sisi-Nya” .
Sahabat damai, tradisi membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dilestarikan oleh paran ulama salaf. Salah satunya ulama Qatadah memiliki tradisi mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tujuh hari, tapi kalau bulan Ramadhan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tiga hari dan pada sepuluh terakhir Ramadhan mengkhatamkan Al-Qur’an setiap malam.
Imam Syafi‟i juga demikian, ia mengkhatamkan Al-Qur’an enam puluh kali selama bulan ramadhan, yang semua itu dibaca saat menunaikan shalat, baik halat wajib maupun sunnah, sedangkan Imam Malik menghentikan baca hadist dan mengajar kitab selama bulan Ramadhan hanya untuk membaca Al-Qur’an.
Para ulama menjadikan Al-Qur’an sebagai sahabat setianya, bukan hanya membaca isinya saja melainkan juga mempelajari ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya dan diamalkan dalam keseharian mereka.
Pembacaan Al-Qur’an seperti inilah yang dapat dilihat dalam intelektualitas dan kepribadian mereka sehingga memadukan agama, ilmu dan amal.
Pola interaksi ilmu, agama dan amal mulai memudar akhir-akhir ini sehingga membaca dimaknai sebagai pekerjaan rutinitas atau hanya menikmati kemerduan hanya bacaannya.
Banyak distorsi pemaknaan bahasa pembaca atau yang banyak baca Al-Qur’an dalam kontek ibadah dan keilmuan.
Ada beberapa tipe dalam membaca Al-Qur’an diantaranya, pembaca yang hanya terpaku pada keindahan sifat huruf dan tartilnya, pembaca yang memahami maknanya sebagai dasar pengamalan agama dan pembaca yang menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar membangun intelektualitas.
Semestinya orang yang membaca Al-Qur’an dapat memperindah suara dalam mengucapkan huruf-hurufnya, menjadikan sumber intelektualitas dan pijakan dalam kehidupannya.
Tuntunan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT yang turun pertama kali kepada nabi Muhammad SAW:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. Al-Alaq 96: 1-5).
Sahabat damai, begitu banyaknya pahala yang ditemukan dengan membaca Al-Qur’an terutama di bulan Ramadhan sebab Allah SWT akan melipatgandakan pahala sebanyak-banyaknya, olehnya kemuliaan membaca Al-Qur’an di bulan ramadhan bahkan hingga khatam begitu luar biasa. (ryn manist).
Sumber : berbagai referensi