free page hit counter
Opini

Pesona “Buzzer” yang Kian Menawan

Siapa yang tak tau buzzer?

Jika kamu seorang pengguna media sosial aktif tentunya sudah pernah bahkan sering mendengar istilah ini. Beberapa hari lalu hastag buzzer sempat menjadi trending topic di salah satu kanal media sosial. Tidak hanya di media sosial, buzzer juga menjadi perbincangan hangat berbagai media cetak dan elektronik di seluruh penjuru Nusantara. Keberadaan buzzer ini menarik perhatian warganet sejak maraknya isu-isu hoax yang tersebar di jagad maya selama masa aksi demosntrasi mahasiswa yang bertajuk Reformasi Dikorupsi beberapa waktu lalu. Isu-isu hoax tersebut diantaranya adanya ambulance yang berisi batu selama masa demonstrasi, aksi demostrasi mahasiswa yang ditunggangi oleh pihak tertentu, hingga isu hoax grup whatsapp siswa STM yang beberapa waktu lalu juga sempat viral. Menanggapi isu-isu hoax tersebut, Juru Bicara Kepresidenan akhirnya angkat bicara dengan mengeluarkan pernyataan tentang perlunya penertiban para buzzer tersebut.

Bak bom waktu, pernyataan tersebut akhirnya menjadikan jagad maya dipenuhi dengan beragam konten kreatif warganet sebagai bentuk bentuk kekecewaan, tanggapan dan kritik. Tak hanya konten kreatif, beberapa warganet juga merespon dengan hujatan atau cibiran sebagai bentuk protes atas kacaunya perpoltikan di Indonesia di mata mereka. Keseluruhan respon warganet ini menjadikan hastag buzzer ramai-ramai digaungkan di media sosial.

Jejak Buzzer di Indonesia

Fenomena buzzer sebagai pasukan siber dunia maya (Cyber Troop) merupakan fenomena Internasional, bukan hanya di Indonesia. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat semakin pesatnya perkembangan media sosial di jagad maya.  Di Indonesia, terdapat empat platform media sosial yang digunakan oleh para buzzer ini, yakni Facebook, Twitter, Instagram dan Whatsapp. Keempat platform ini merupakan lahan strategis mengingat keempatnya merupakan platform media sosial dengan pengguna terbanyak di Indonesia sebagaimana dilansir dalam wearesocial.com dan globalwebindex.com.

Jika ditelaah kembali, keberadaan buzzer di Indonesia bermula dari kebutuhan marketing , yakni semata-mata untuk memasarkan atau mempromosikan sebuah produk dan bisnis. Namun dalam perkembangannya, buzzer mulai digunakan untuk keperluan politik dan memihak pada salah satu tokoh politik. Beberapa kasus justru menampakkan peran buzzer dalam menngiring opini publik, serta mendongkrak popularitas tokoh politik. Di Indonesia, peran buzzer dalam politik dimulai pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 lalu yang bertepatan dengan awal perkembangan media sosial. Sejak saat itu buzzer mulai digunakan untuk keperluan politik seperti pada Pemilu Presiden tahun 2014, Pemilihan Gubernur DKI Jakara 2017 hingga pada Pemilu Presiden 2019 kemarin.

Sayangnya seiring perkembangan media sosial dan penggunanya, jasa buzzer ini mulai menampakkan sisi gelapnya. Penggunaan buzzer di dunia politik menjadikan atmosfer persaingan antara tokoh politik semakin panas. Akibatnya buzzer yang tadinya ditujukan untuk membentuk opini publik, mengangkat popularitas dan elektabilitas tokoh politik, berubah haluan menyerang tokoh politik oposisi dengan menebarkan hoax. Tidak hanya sebatas itu, beragam hoax mulai bermunculan satu persatu melalui buzzer ini, beberapa untuk mengalihkan fokus masyarakat pada permasalahan bangsa, adapula untuk membentuk misinformasi dalam masyarakat. Pada akhirnya, kehadiran hoax di tengah masyarakat ini justru akan menimbulkan perselisihan bahkan perpecahan. Timbulnya perpecahan antar kelompok karena hoax merupakan dampak nyata yang diakibatkan oleh oknum buzzer yang tidak bertanggung jawab.

Buzzer Perdamaian

Adanya hoax di masyarakat tidak dapat digeneralisir sebagai ulah buzzer secara menyeluruh. Hal ini bisa saja merupakan ulah oknum yang dengan sengaja untuk memecah belah persatuan dan kesatuan demi tujuan tertentu. Karena sebagaimana kita ketahui peran buzzer dapat dimanfaatkan untuk hal lain yang lebih positif. Selain seperti tujuan utamanya yakni marketing, juga bisa digunakan untuk menciptakan ajakan perdamaian dalam masyarakat, meluruskan mis-informasi dan melawan isu hoax melalui konten kontra propaganda.

Hal tersebut tentu mampu membangun citra positif buzzer di mata warganet. Dari sini, diharapkan jasa buzzer tidak lagi dipandang sebelah mata dan mampu menjadi senjata masyarakat/ kelompok tertentu dalam meredakan perpecahan bahkan di bidang politik sekalipun. Sejatinya kita tetap butuh buzzer untuk bersuara dan mengontrol. Di masa mendatang bisa saja jasa buzzer dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan aspirasi dan sebagai kontrol politik. Pada dasarnya, buzzer bukanlah siapa-siapa, tetapi mereka yang mendorong sebuah isu untuk diketahui oleh banyak orang. Peranan buzzer dalam menciptakan kondisi yang lebih positif ini tentu akan efektif jika disertai dengan kerjasama pengguna media sosial lainnya.

Adanya kerjasama yang baik antar setiap elemen masyarakat bukan tidak mungkin membendung derasnya isu hoax yang menyerbu dunia maya. Kita sebagai generasi terbesar yang berselancar di dunia maya mampu memberikan kontribusi positif. Sebagai pengguna media sosial, kita dituntut untuk cerdas dengan menyaring dan membagikan informasi di dunia maya. Istilah saring sebelum sharing merupakan imbauan penting yang perlu untuk kita perhatikan dan laksanakan. Jangan sampai kebiasaan kita sharing informasi tanpa mencari tahu kebenarannya menjadi awal mula hoax di konsumsi oleh lingkungan kita sendiri. Bersosial media dengan bijak merupakan salah satu bentuk kesadaran kita dalam membantu mengurangi penebaran hoax di masyarakat. Hal ini juga salah satu bentuk perlawanan kita terhadap oknum buzzer yang tidak bertanggung jawab.

Mari menyebut diri kita sebagai buzzer perdamaian, berkontribusi membuat konten damai dan mendorong isu damai tersebut ke dunia maya, kenapa tidak?? (*iin)

Join The Discussion