Sejak kemunculan pertama kasus positif korona di Indonesia pada 02 Maret 2020 lalu, tidak dapat dipungkiri hal tersebut memunculkan banyak kekhawatiran di masyarakat. Kekhawatiran masyarakat semakin hari semakin meningkat seiring dengan semakin meluasnya cakupan wilayah terjangkit Covid-19. Pemberitaan mengenai Covid-19 di media mulai menuai beragam respon dan polemik di masyarakat. Terlepas dari semua itu, pemerintah sampai hari ini telah mengupayakan secara maksimal dalam pencegahan penyebaran wabah Covid-19.
Penyebaran Covid-19 sendiri telah berusaha diantisipasi dini oleh pemerintah dengan pembentukan tim protokol untuk penanganan kasus penebaran virus Covid-19. Diantaranya adalah pemerintah telah mengeluarkan peraturan pelarangan terhadap pendatang dari Cina, Italia, Korea Selatan dan Iran untuk memasuki wilayah Indonesia serta pembentukan protokol pengamanan di beberapa pintu-pintu perbatasan dan jalur transportasi Internasional.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) beberapa waktu lalu telah mengumumkan secara resmi bahwa Covid-19 di Indonesia ini merupakan bencana non-alam (wabah). Selain itu, status Masa Darurat Bencana Virus Corona telah diperpanjang hingga 29 Mei 2020. Bersamaan dengan hal tersebut, pemerintah juga telah mengimbau kepada masyarakat untuk melakukan pencegahan dini dengan cara tetap tinggal dirumah dan menghindari tempat-tempat keramaian. Imbauan social distancing ini merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah kemungkinan penularan virus dari satu orang ke orang lainnya. Hal ini disertai dengan keluarnya peraturan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menerapkan sistem kerja dari rumah untuk para pekerja dan belajar dari rumah untuk siswa sekolah tingkat dasar hingga tingkat tinggi. Seseorang yang dalam kondisi terpaksa harus berada tempat umum, maka perlu menjaga jarak dari orang lain sekitar 1,5 meter.
Upaya pencegahan secara preventif yang telah digalakkan pemerintah nampaknya belum cukup menekan laju penularan virus Covid-19. Semakin hari jumlah pasien yang terdata positif Covid-19 semakin meningkat. Peningkatan ini semakin menimbulkan polemik di masyarakat dan mendesak pemerintah khususnya Presiden Joko Widodo untuk segera mengambil keputusan dalam upaya tindak pencegahan penularan Covid-19 ini meluas. Isu Lockdown sempat heboh diperbincangkan di media sosial sebagai solusi yang bisa digunakan pemerintah. Namun, tampaknya ini bukanlah solusi yang bijak diterapkan di Indonesia.
Berkaca dari negara-negara terjangkit sebelumnya, lockdown merupakan pilihan yang sangat beresiko, meskipun pada dasarnya pilihan ini berhasil menekan angka penularan Covid-19 di beberapa negara. Ibukota Provinsi Hubei di China yakni Wuhan akhirnya ditetapkan lockdown pada 23 Januari lalu. Akses dari dan ke Wuhan ditutup dan berada dalam penjagaan ketat. Setelah Wuhan, beberapa kota besar di China juga di-lockdown. Selain China, beberapa negara lain yang juga memilih untuk lockdown adalah Italia, Filipina, Prancis, Belgia, hingga Malaysia dan Selandia Baru. China selaku negara pertama yang mengambil keputusan lockdown nampaknya patut bernafas lega, lantaran keputusan lockdown tersebut nyatanya mampu menekan laju penyebaran Covid-19 dengan sangat signifikan. Keputusan lockdown yang cukup keras ini akhirnya berdampak positif pada penanggulangan Covid-19 tapi justru menimbulkan polemik dan protes keras warga terhadap birokrasi. Dilansir dari New York Times, kebijakan lockdown ini berdampak pada trauma psikologis dan kerugian ekonomi yang besar. Lebih dari itu, kepatuhan masyarakat China dan sikap solidaritas yang dibangun dalam memerangi Covid-19 ini perlu dijadikan contoh bagi negara-negara lainnya. Karena sesungguhnya kepatuhan pada aturan yang telah ditetapkan merupakan sebuah bentuk kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat yang populasinya terbesar di dunia ini. Sampai hari ini tidak ada penambahan kasus baru Covid-19 di Wuhan.
Berbeda dengan China, Korea Selatan justru mengambil langkah lain dalam upaya pencegahannya. Salah satunya yakni drive-thru clinic yang memberlakukan tes massal kepada masyarakatnya tanpa harus datang ke pusat kesehatan sebagai bentuk deteksi dini. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan dengan bantuan 96 jaringan laboratorium untuk memproses sampel yang telah diambil tersebut. Selain drive-thru clinic pemerintah Korea Selatan juga sangat terbuka mengenai perkembangan penanganan Covid-19. Pengadaan GPS bagi warga terkonfirmasi Covid-19 menjadikan keberadaannya dapat terdeteksi dengan mudah melalui aplikasi dan warga lain bisa menghindari lokasi tersebut. Hal ini tentu sangat efektif dalam mengurangi kemungkinan terpapar virus Covid-19 ini. Juga memudahkan tenaga medis untuk mengantisipasi dan mengontrol kondisi warga terjangkit. Kerjasama pemerintah, tenaga medis, dan masyarakat ini patut dicontoh. Walau pada dasarnya penggunaan GPS ini telah menyentuh ranah privasi, tapi hal ini tidak menjadi masalah bagi masyarakat Korea Selatan mengingat pentingnya sinergi bersama dalam penanganan Covid-19 tersebut. Hal lain yang dilakukan pemerintah Korea Selatan yakni social distancing, langkah yang sama diterapkan di Indonesia hari ini.
Memilih social distancing sebagai salah satu langkah penanganan Covid-19 bukanlah hal yang kurang tepat. Keputusan ini mampu diterapkan Korea Selatan dan berdampak cukup baik. Berkaca dari masyarakat Korea Selatan, keberhasilan social distancing ini juga bergantung pada masyarakatnya. Perlu adanya sinergi dan upaya bersama dalam menerapkannya. Social distancing tidak akan berdampak apa-apa jika hanya segelintir orang yang sadar dan mau menerapkannya. Social distancing bukan tidak mungkin menemui kegagalan jika masyarakat tidak menyadari perannya sebagai seorang yang beresiko membawa virus (carrier) untuk orang lain. Setiap individu adalah carrier yang jika pergerakannya tidak dibatasi dan bebas, bisa saja menjadi bom bagi orang lain. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama semua lapisan masyarakat untuk menerapkan social distancing sebagai langkah awal yang paling mungkin dilakukan oleh individu.
Keberhasilan China dan Korea Selatan dalam menekan angka terjangkit Covid-19 setidaknya memberikan gambaran dan titik terang pada penanganan Covid-19 di Indonesia. Indonesia bisa belajar banyak dari kedua negara tersebut dan bahkan negara–negara lainnya di luar sana. Langkah penanganan harus segera diputuskan sebelum terlambat. Dilansir dari The Jakarta Post, Indonesia bisa saja memiliki beberapa kasus Covid-19 yang tidak dilaporkan dan tidak terdeteksi. Hal ini jelas berdasar mengingat banyaknya jumlah pendatang dari berbagai negara yang pada saat awal diumumkannya kasus tersebut masih bebas keluar masuk ke wilayah Indonesia. Kecilnya jumlah kasus yang terlapor di Indonesia justru menimbulkan banyak kritik dan tanda tanya di luar sana, mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa dengan populasi terbesar keempat di dunia. Sehingga memungkinkan jumlah terjangkit bisa lebih besar dari jumlah terlapor saat ini.
Pada Kamis (19/03/20) kemarin, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatasnya akhirnya meminta untuk dilakukan tes massal (rapid test). Menurutnya hal ini sangatlah penting sebagai deteksi dini untuk memudahkan penanganan pada masyarakat yang kemungkinan terjangkit. Belum diketahui pasti seperti apa prosedur pelaksanaan tes massal ini. Namun, mengacu pada pemberitaan di media cetak maupun elektronik nampak sekali bahwa upaya penanganan Covid-19 ini tidak setengah-setengah. Pemerintah telah berupaya mempersiapkan test kit dalam jumlah yang relatif besar, memudahkan akses ke RS, hingga mempersiapkan fasilitas nonmedis sebagai Rumah Sakit sementara untuk pasien terjangkit nantinya.
Keputusan presiden ini merupakan salah satu langkah baik dalam upaya penanggulangan Covid-19. Bukan lockdown ataupun drive-thru clinics seperti yang diterapkan China dan Korea Selatan. Masyarakat bisa saja mengkritik langkah ini, tapi perlu diketahui bersama bahwa pilihan ini telah melalui banyak pertimbangan dari berbagai aspek. Saat pilihan ini telah diambil pemerintah, lalu apa yang perlu kita lakukan? Mari berguru pada China dan Korea Selatan serta negara lain yang terjangkit sebelum Indonesia. Bagaimana mereka berjuang, saling menguatkan dan saling menjaga satu sama lain. Bukan hanya antar warga, melainkan juga antara pemerintah dan masyarakat yang saling mendukung.
Berbicara mengenai solidaritas bangsa Indonesia, respon sampai hari ini sepertinya sangat baik. Selain pemerintah bergerak mengambil langkah pasti penanganan Covid-19, masyarakat kita juga turut ambil peran dalam penanganan wabah ini. Jika berselancar di dunia maya beberapa hari belakangan ini, akan kita temukan beberapa bentuk partisipasi masyarakat yang cukup menyentuh. Misalnya saja beberapa “orang-orang berpengaruh” berinisiatif menggalang dana dari masyarakat untuk membantu penyediaan fasilitas kesehatan hingga dana darurat guna penanganan Covid-19 di berbagai rumah sakit di Indonesia. Jumlah yang terkumpul bukan main jumlahnya, hingga mencapai miliaran rupiah. Dana-dana tersebut bukan hanya dari kalangan atas saja, melainkan dari semua lapisan masyarakat. Jumlah donasinya pun beragam, dari 10.000 hingga jutaan rupiah. Secara sederhana hal ini menggambarkan betapa masyarakat kita membangun solidaritas yang cukup baik dalam memerangi Covid-19 bersama-sama.
Seperti dikatakan sebelumnya, sinergi bersama akan sangat dibutuhkan. Solidaritas kita juga akan menggerakkan kepedulian bangsa lain. Jika Singapura, Hongkong dan China menawarkan diri untuk memberi bantuan kepada Indonesia, dan sangat antusias untuk melihat dunia pulih dari wabah ini. Maka kita juga harus kuat dan menguatkan diri kita tanpa “tapi”, tanpa keluh kesah. Jika pemerintah berjuang menyiapkan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang mumpuni, maka masyarakat juga harus berjuang membantu pemerintah untuk tetap menjaga kesehatan dan menjaga diri dari kemungkinan terpapar. Untuk melewati tantangan kali ini kita harus kuat dan bersama sampai titik akhir. Pada akhirnya, solidaritas kita yang diuji, betapa kita yakin satu sama lain. Yakin akan pemerintah mengambil langkah terbaik, dan yakin akan masyarakat untuk patuh dan menjaga diri. Lalu, siapkah kita? Apapun tantangannya kita harus siap, Indonesia bisa melewatinya bukan? (*NMH)