free page hit counter
Opini

Opini: Menimbang Kembali Respon Terhadap Perjanjian Oslo

Perjanjian Oslo, yang ditandatangani pada tahun 1993 antara Israel dan Palestina, menandai salah satu tonggak penting dalam upaya perdamaian Timur Tengah. Namun, setelah lebih dari tiga dekade, banyak yang mempertanyakan efektivitas dan relevansi perjanjian ini dalam menciptakan solusi yang adil dan abadi bagi konflik Israel-Palestina.

Respon terhadap Perjanjian Oslo dari berbagai pihak telah berubah seiring waktu, dengan beberapa pihak menganggapnya sebagai langkah maju yang bersejarah, sementara yang lain melihatnya sebagai kegagalan besar dalam mencapai perdamaian yang diidamkan.

Pada saat penandatanganan, Perjanjian Oslo diterima dengan penuh harapan. Dunia internasional memuji perjanjian ini sebagai simbol niat baik kedua belah pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan solusi dua negara. Namun, seiring berjalannya waktu, respons terhadap perjanjian ini mulai bergeser.

Di kalangan Palestina, muncul rasa frustrasi yang mendalam karena hak-hak yang dijanjikan tidak terwujud secara nyata. Pembentukan Otoritas Palestina memang memberikan bentuk pemerintahan sendiri, tetapi keterbatasannya dalam menangani isu-isu inti seperti perbatasan, pengungsi, dan Yerusalem terus menjadi batu sandungan.

Dari perspektif Israel, Perjanjian Oslo juga menghadapi kritik. Meski telah memberikan pengakuan terhadap hak-hak Palestina, banyak kalangan Israel merasa perjanjian ini gagal dalam memberikan jaminan keamanan. Gelombang kekerasan dan intifada yang menyusul setelah Oslo semakin mengikis keyakinan masyarakat Israel terhadap proses perdamaian ini.

Salah satu kelemahan utama dari Perjanjian Oslo adalah kurangnya mekanisme implementasi yang jelas dan kuat. Meskipun perjanjian ini memetakan jalan menuju negosiasi lebih lanjut, nyatanya kedua belah pihak sering kali tersandung pada interpretasi yang berbeda terhadap isi perjanjian. Hal ini menciptakan kebuntuan yang terus berlangsung, menyebabkan perjanjian ini kehilangan momentum.

Hari ini, respons terhadap Oslo sering kali dibalut dalam narasi keputusasaan. Bagi banyak orang Palestina, Oslo dianggap sebagai kegagalan yang tidak memberikan kedaulatan penuh. Di pihak Israel, kebijakan keamanan yang lebih keras sering kali dianggap sebagai solusi pragmatis terhadap ketidakstabilan di wilayah tersebut.

Bahkan, dalam arena internasional, dukungan terhadap solusi dua negara, yang merupakan salah satu inti dari Oslo, tampak semakin pudar di tengah kebijakan-kebijakan pemerintah Israel yang memperluas pemukiman di Tepi Barat.

Meskipun demikian, penting untuk tidak sepenuhnya mengabaikan nilai dari Perjanjian Oslo. Perjanjian ini, meskipun memiliki banyak kekurangan, setidaknya menciptakan preseden diplomasi antara Israel dan Palestina.

Perjanjian ini membuktikan bahwa dialog masih mungkin, bahkan di tengah ketidakpercayaan yang mendalam antara kedua belah pihak. Oslo mengajarkan bahwa meski jalur menuju perdamaian terjal dan penuh rintangan, pembicaraan damai tetap merupakan satu-satunya jalan menuju resolusi yang berkelanjutan.

Namun, untuk melangkah maju, komunitas internasional dan kedua belah pihak perlu meninjau kembali prinsip-prinsip yang mendasari perjanjian ini. Solusi yang hanya menitikberatkan pada proses tanpa kejelasan tujuan akhir hanya akan mengulangi kegagalan masa lalu.

Jika perdamaian yang sejati ingin dicapai, perlu ada keberanian politik dari kedua belah pihak untuk membuat konsesi yang berarti, mengatasi ketidakadilan historis, dan membangun kepercayaan yang telah lama hilang.

Dengan demikian, meskipun respons terhadap Perjanjian Oslo saat ini lebih sering bernada skeptis atau bahkan sinis, kita harus tetap menghargai pelajaran dari masa lalu sambil terus mencari solusi baru yang lebih komprehensif dan adil untuk masa depan.

Perjanjian Oslo mungkin tidak berhasil mencapai tujuan akhirnya, tetapi ia tetap menjadi pengingat penting bahwa perdamaian tidak mungkin dicapai tanpa dialog yang jujur dan komitmen terhadap solusi bersama.

Penulis: Nur Azizah Samad

Join The Discussion