Setiap tanggal 10 Desember, dunia berhenti sejenak untuk mengingat apa yang seharusnya tidak pernah dilupakan: hak asasi manusia. Sebuah konsep universal yang melampaui batas bangsa, agama, atau status sosial. Tapi, mari kita jujur, apakah kita benar-benar sudah memahami dan menjalankan esensi dari hak yang satu ini?
Hak asasi manusia lahir dari tragedi besar. Setelah Perang Dunia II yang membawa penderitaan tak terhitung jumlahnya, dunia sepakat bahwa harus ada standar moral untuk melindungi martabat manusia.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 10 Desember 1948 menjadi tonggak penting dalam sejarah kemanusiaan. Dokumen ini menegaskan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk hak untuk hidup, hak atas kebebasan, dan hak atas keamanan.
Namun, realita sering jauh dari ideal. Di berbagai belahan dunia, pelanggaran hak asasi manusia masih terus terjadi. Konflik bersenjata, diskriminasi, perdagangan manusia, hingga pembatasan kebebasan berekspresi adalah beberapa contoh nyata yang menunjukkan bahwa perjuangan ini belum selesai. Bahkan di era modern ini, ada negara yang masih memenjarakan warganya hanya karena perbedaan pendapat. Ironis, bukan?
Di Indonesia, persoalan hak asasi manusia juga tidak kalah kompleks. Dari kasus pelanggaran masa lalu yang belum tuntas, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, hingga isu buruh migran yang kerap mengalami perlakuan tidak manusiawi di luar negeri. Semua ini menunjukkan bahwa hak asasi manusia bukan hanya tentang dokumen resmi, tapi tentang keberanian kita untuk terus memperjuangkan keadilan.
Namun, di tengah gelapnya cerita pelanggaran, selalu ada cahaya dari mereka yang berjuang. Aktivis HAM, relawan, hingga jurnalis yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk membela yang tertindas adalah bukti bahwa harapan itu masih ada. Nama seperti Munir Said Thalib, yang tetap dikenang meski telah tiada, menjadi pengingat bahwa suara kebenaran tidak bisa dibungkam.
Hari Hak Asasi Manusia bukan hanya soal mengenang, tapi juga momen untuk bertanya, apa yang bisa kita lakukan? Hak asasi manusia tidak akan terwujud hanya lewat slogan atau peringatan seremonial. Dibutuhkan langkah nyata, sekecil apa pun, untuk mendukung mereka yang suaranya sering kali tidak didengar.
Mulai dari hal sederhana seperti menghormati perbedaan, mendukung kebebasan berekspresi, hingga memperjuangkan keadilan di sekitar kita. Karena pada akhirnya, hak asasi manusia adalah tentang bagaimana kita memperlakukan satu sama lain. Ini bukan soal negara atau institusi, tapi soal kita semua sebagai manusia.
Mimpi tentang dunia yang adil, damai, dan tanpa diskriminasi mungkin terasa jauh. Tapi seperti kata Nelson Mandela, “It always seems impossible until it’s done.” Hari ini, mari kita renungkan apa yang sudah kita lakukan dan apa yang masih perlu kita perbaiki. Dunia yang menghormati hak asasi manusia dimulai dari langkah kecil kita seperti dari kesadaran untuk peduli hingga keberanian untuk bertindak.
Jadi, di Hari Hak Asasi Manusia ini, mari kita jadikan momentum untuk memperkuat komitmen terhadap keadilan. Bukan hanya untuk kita, tetapi untuk semua yang belum merasakan kebebasan, keamanan, dan martabat yang seharusnya menjadi hak mereka. Karena dunia yang lebih baik adalah dunia di mana hak asasi manusia benar-benar menjadi milik semua orang.
RYN