Perkembangan globalisasi Islam di abad ke 21 sudah sangat nyata melanda kehidupan kita. Suka ataupun tidak suka, ummat Islam harus menghadapinya dengan segala implikasinya. Berbagai pandangan yang saling memborbardir satu sama lain menyebabkan terjadinya pergeseran dari konflik ideologi dan politik ke arah persaingan perdagangan, investasi dan informasi dari keseimbangan kekuatan (balance of power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest). Selain itu, ideologi Islam dalam perkembangan globalisasi menyebabkan hubungan antar negara/bangsa secara struktural berubah dari sifat ketergantungan (dependency) kearah saling ketergantungan satu sama lain (interdependency). Sehingga hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar menawar (bargaining position).
Di sisi lain, secara terperinci batas-batas geografis hampir kehilangan arti operasionalnya, ini dikarenakan tanggung jawab dan fungsinya tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Kekuatan suatu negara ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage), bukan hanya itu, hadirnya persaingan antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi. Setiap negara terpaksa menyediakan dana yang besar untuk perkembangan dan kemajuan penelitian dan pengembangan teknologi di negaranya masing-masing. Warna lain di abad 21 ini juga terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi tidak efisien.
Pergaulan globalisasi yang sangat maju, khususnya dalam perkembangan Islam di abad 21 ini mendatangkan sejumlah kemudahan bagi manusia, namun juga mendatangkan sejumlah efek negatif yang dapat merugikan dan mengancam kehidupan. Dampak negatif tersebut antara lain : pertama yaitu pemiskinan nilai spiritual. Tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan tidak rasional. Kedua, kejatuhan manusia dari mahluk spiritual menjadi makhluk material, yang menyebabkan nafsu hayawaniyyah menjadi pemandu kehidupan manusia. Ketiga, peran agama digeser menjadi urusan akhirat sedang urusan dunia menjadi urusan sains (sekularistik) dan Keempat, Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan, dan tulisan, tetapi tidak hadir dalam perilaku dan tindakan. Sedangkan Kelima, gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modern melahirkan nepotisme, birokratisme, dan otoriterisme. Yang terakhir individualistik, keluarga pada umumnya kehilangan fungsinya sebagai unit terkecil pengambil keputusan.
Seseorang bertanggungjawab kepada dirinya sendiri, tidak lagi bertanggung jawab pada keluarga. Ikatan moral pada keluarga semakin lemah, dan keluarga dianggap sebagai lembaga teramat tradisional yang juga dapat menyebabkan frustasi eksistensial. Hal ini diakibatkan karena kurang kesiapannya diri menghadapi emosional sehingga berujung pada hilangnya minat dan berkurangnya inisiatif, disamping juga munculnya perasaan-perasaan absurd dan hampa. Perlu adanya kerjasama antar sesama yang sistematis, efektif dan berkelanjutan dalam mengawal perkembangan islam di abad 21, khususnya dalam ranah pendidikan islam yang menjadi penerus estatef masa depan adalah anak muda yang masih dibangku sekolah saat ini.
Sebaiknya seluruh dimensi kegiatan sekolah senantiasa bernafaskan semangat nilai dan pesan pesan Islam. Adab dan etika pergaulan seluruh warga sekolah dan lingkungannya, tata tertib dan aturan, penataan lingkungan, pemfungsian mesjid untuk seluruh kalangan, aktivitas belajar mengajar, berbagai kegiatan sekolah baik reguler ataupun non reguler semuanya mencerminkan realisasi dari ajaran Islam. Mengintegrasikan nilai kauniyah dan qauliyah dalam kurikulum dengan menerapkan seluruh bidang ajar dalam bangunan kurikulum dikembangkan melalui perpaduan nilai-nilai lslam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah dengan nilai nilai ilmu pengetahuan umum yang diajarkan Artinya, ketika guru hendak mengajarkan ilmu pengetahuan umum semestinya ilmu pengetahuan tersebut sudah dikemas dengan perspektif bagaimana Al- Qur’an/As-Sunnah membahasnya. Dengan demikian tidak ada lagi ambivalensi ataupun dikotomi ilmu.
Perlu adanya Pendekatan pembelajaran mengacu kepada prinsip-prinsip belajar, azas azas psikologi pendidikan serta perkembangan kemajuan teknologi instruksional. Menggunakan kemampuan dan keterampilan berfikir yang kaya seperti: berfikir kritis, kreatif, analitis, induktif deduktif problem solving melalui berbagai macam pendekatan pembelajaran. Penggunaan sumber, media dan peraga dalam kegiatan belajar merupakan bagian dari upaya memunculkan suasana belajar yang stimulatif, motivatif dan fasilitatif. Pembelajaran harus lebih diarahkan pada pada proses learning yang produktif, ketimbang proses teaching. Peserta didik diarahkan dan difasililitasi untuk mampu mendayagunakan kemampuannya sebagai pembelajar yang terampil dan produktif, sehingga tercipta proses pendidikan yang optimal.
Seluruh tenaga kependidikan (baik guru maupun karyawan sekolah) mesti menjadi figur contoh bagi peserta didik. Keteladanan akan sangat berpangaruh terhadap hasil belajar, serta kualitas hasil belajar sangat dipengaruhi kualitas keteladanan yang ditunjukkan oleh tenaga kependidikan dengan begitu mengedepankan karakter dan moral yang baik.
Menumbuhkan buah solihah dan budaya sekolah Islami Lingkungan sekolah harus marak dan ramai dengan segala kegiatan dan perilaku yang terpuji seperti terbiasa dengan menghidupkan ibadah dan sunnah, menebar salam, saling hormat menghormati dan menyayangi dan melindungi, bersih dan rapih. Di sisi lain lingkungan sekolah juga harus terbebas dari segala perilaku yang tercela seperti umpatan, makian, kata kata yang kotor dan kasar, iri, hasad dan dengki, konflik berkepanjangan, kotor dan berantakan, egois, ghibah.
Perkembangan Islam di abad 21, anak didik (anak sekolah) memang menjadi landasan utama yang harus dibentuk dan diluruskan dengan berbagai pemahaman-pemahaman islam yang fikih, sebab globalisasi semakin maju seperti yang dikupas diatas. (Ryn)
Sumber : Berbagai Referensi