Damai itu indah sebuah slogan yang kerap kali kita dengar menjadi motto penyemangat dalam terciptanya suatu keharmonisan kehidupan bermasyarakat. Damai sendiri memiliki banyak arti dan makna, beberapa menyatakan damai itu sebuah keadaan yang menenangkan. Damai yang menggambarkan suasana nyaman dari sebuah emosi dalam diri. Suatu harmoni dalam kehidupan tanpa adanya perseteruan dan konflik.
Konsep damai sangatlah beragam, bisa jadi kombinasi dari arti damai diatas atau memiliki defenisi yang lebih mendalam lagi bagi sebagian orang. Sebagian besar tentu saja akan dipengaruhi oleh lingkungan serta kebudayaan masing-masing. Biasanya konsep damai dalam budaya tertentu akan berbeda makna atau tata cara perwujudan konsepnya di lingkungan masyarakat.
Pemeliharaan Konsep Damai bagi Keberlangsungan Kehidupan Sosial
Memelihara perdamaian tidaklah mudah untuk dilakukan dan diwujudkan di seluruh konsep kehidupan bermasyarakat. Perdamaian memerlukan beberapa aspek pendukung, baik dari dalam maupun luar. Dari dalam meliputi dorongan dari diri sendiri untuk dapat berperilaku sesuai dengan cerminan konsep damai, sedangkan dari luar ialah hal-hal yang memengaruhi.
Pengaruh dari luar dapat berpotensi mengubah sifat serta karakter seseorang. Ada beberapa faktor yang mampu mengubah seseorang menjadi sosok yang anarkis atau bahkan radikal. Sebagian juga bisa saja malah menjadi pelaku tindak kekerasan akibat pengaruh lingkungan yang mengarahkan dirinya kesana. Namun, sisi baik dari pengaruh luar tentu saja masih bisa kita peroleh.
Sayangnya, dunia sudah semakin berubah dan masyarakat makin acuh akan kehidupan yang harmonis antar sesama warga. Hal ini dibuktikan dari tingginya angka kekerasan dengan berbagai macam bentuk tindakan, konflik sosial, kekerasan dalam rumah tangga hingga konflik besar seperti teror dan juga aksi boikot yang menyebarkan paham radikal.
Diketahui pula, faktor-faktor penyebab maraknya tindak diluar konsep perdamaian terjadi akibat sudut pandang masyarakat yang lemah. Pandangan terhadap konsep perdamaian harus diluruskan dan diterapkan sejalan dengan kebutuhan serta dijaga dengan segenap jiwa. Jadi, kita harus mengetahui sudut pandang mana yang seharusnya kita gunakan untuk dapat saling memahami.
Sebenarnya, semua faktor yang memengaruhi memiliki keterkaitan satu sama lain. Namun, hal yang paling mendasar untuk dapat kita lakukan ialah mengetahui kapan ketika harus menghentikan atau megurangi suatu tindak kekerasan yang terjadi. Tanpa adanya usaha pencegahan, kekerasan dan akar-akar segala tindakan buruk akan semakin merebak dan akan sulit untuk dipisahkan dari kehidupan sosial masyarakat.
Semuanya harus dijaga dan diperhatikan dengan saksama. Menyatukan apa yang seharusnya dipersatukan, terlebih lagi hal-hal yang tentu saja mengundang keharmonisan. Konsep-konsep perwujudan perdamaian yang memiliki nilai kebaikan serta kebudayaan yang tinggi, tentu saja menjadi prioritas utama masyarakat.
Dalam proses pelaksanaannya, konsep-konsep yang bertajuk budaya setempat ini akan mempermudah masyarakat karena telah menjadi adat serta kebiasaan sejak lama. Hal ini pun akan membantu mereduksi faktor-faktor penghambat lainnya bagi perdmamaian.
Budaya yang Dapat Merusak Perdamaian
Pembentukan karakter yang merupakan tahap awal dalam langkah mewujudkan perdamaian, harus terus digaungkan dan diterapkan dalam tri-pusat pendidikan. Keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan menjadi pemeran penting dalam membantu mengarahkan para generasi millenial ke arah kebaikan.
Jika dikaitkan lagi dengan budaya, sekarang ini tidak hanya budaya secara tradisional saja yang menjangkiti para millenial. Namun, budaya asing, budaya kekerasan, budaya fashion dan lain hal lagi, telah menjadi pilar baru kehidupan millenial. Oleh sebab itu, diperlukan perhatian khusus bagi anak-anak agar dapat menghindari segala macam bentuk budaya buruk.
Melihat lagi, besarnya arus perkembangan dunia teknologi sekarang. Telah mengubah sebagian besar gaya hidup masyarakat, tentu saja ini juga dialami oleh para millenial. Media massa, seperti televisi banyak juga yang memperlihatkan tayangan berbau kekerasan atau hal-hal yang sepatutnya tidak dipertontonkan pada khalayak ramai.
Melalui perkembangan yang semakin tidak terbendung ini, sebagian besar budaya kekerasan dilimpahkan kepada anak-anak dan millenial. Masyarakat pun menjadi terbiasa dengan budaya tersebut, nilai-nilai kebudayaan budi luhur telah berbaur lebur dengan budaya tak berpekerti. Alhasil, keluarga, lembaga pendidikan dan lingkungan bisa saja mempercepat pengrusakan karakter.
Dalam konteks tri-pusat pendidikan, kebutuhan perhatian dari keluarga sangatlah penting, dimana keluarga selalu menjadi tempat nomor satu dalam setiap kehidupan di seluruh lapis masyarakat. Lembaga pendidikan yang mengambil peran besar dalam memberikan pengetahuan yang tidak kita terima dari keluarga dan lingkungan yang menjadi pusat kehidupan bermasyarakat.
Konsep multikultural telah memasuki tri-pusat pendidikan tersebut. Kebudayaan yang sebelumnya memang diperuntukkan untuk mewujudkan karakter yang baik bagi anak-anak, dapat berubah total fungsi dan tujuannya. Ketika hal ini terjadi, maka keinginan untuk dapat merasakan damai mungkin bisa jadi hanya harapan semata.
Perwujudan perdamaian yang diinginkan hanya dapat diperoleh apabila seluruh lapis masyarakat berkesinambungan dalam menjalankan peran sosial. Anak-anak yang dengan semangatnya harus berpagut tangan dengan lingkungan pendidikan yang memadai. Keluarga dan lingkungan masyarakat yang harus memperkokoh hubungan dengan tetap menerapkan nilai budaya luhur yang baik. Besar kemungkinan, keinginan untuk dapat merasakan damai akan terwujud. Budaya yang sebelumnya kita takuti dapat berbalik menyerang kehidupan, tentu saja tidak akan berlaku. Masyarakat yang baik, ialah masyarakat yang senantiasa mengagungkan kebudayan yang baik dan mereka yang selalu berusaha mewujudkan keharmonisan dalam lingkungan masyarakat. *fyn