Berdasarkan data dan jurnal kesehatan yang dipublikasikan oleh Psychology Today, dikatakan bahwa seseorang yang memiliki pengalaman disakiti dan dikecewakan oleh orang lain, akan menderita sakit emosional dan juga mental. Tidak hanya itu, rasa sakit ini juga akan berpengaruh pada fisik penampilan seseorang.
Perubahan detak jantung, tekanan darah dan respon kekebalan tubuh. Kondisi ini memengaruhi berbagai perubahan kinerja tubuh secara fisik dan emosional, termasuk depresi dan mengakibatkan munculnya penyakit dalam tubuh, misalnya penyakit jantung.
Belajar memaafkan termasuk tindakan baik yang dapat kita lakukan dan biasakan sejak sekarang. Memaafkan merupakan sebuah pendekatan dimana seseorang memadamkan tanggapan negatif alami mereka terhadap orang yang menyakitinya dan menjadi semakin termotivasi untuk melakukan hal yang positif sebagai gantinya
Dibuktikan dari hasil penelitian Lyons et al (2011) bahwa perasaan dimaafkan oleh orang lain berkaitan dengan menurunnya kebencian dan meningkatnya tujuan hidup. Kondisi ini juga sama pada perasaan dimaafkan oleh Tuhan. Dengan demikian pelaku yang mencari dan menerima pemaafan tampaknya memiliki tingkat kesehatan mental yang lebih tinggi dari hasil kesehatan mental yang positif secara keseluruhan.
Faktanya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika kita memaafkan seseorang itu akan memberikan pengaruh besar bagi diri kita sendiri. Sebaliknya, jika kita tidak pernah bisa memaafkan orang lain, maka kitalah yang menjadi orang paling terluka. Hal ini berkaitan dengan rasa penyesalan, kemarahan, kecewa dan hal-hal negatif lainnya.
Memaafkan adalah sebuah komitmen yang dipilih untuk memroses semua perubahan yang dinginkan bagi pribadi. Untuk dapat beralih dari rasa sakit dan kecewa ke sikap memaafkan, kita dapat memulainya dengan tahapan model memaafkan yang dirancang oleh Worthington (2006), terdapat 5 langkah dalam proses memaafkan yang disingkat sebagai REACH. Berikut tahapannya :
RECALL the HURT
Kita perlu menghadapi kenyataan bahwa kita sedang terluka atau mengingat perasaan sakit. Dengan ini kita dapat menentukan pikiran kita untuk tidak memperlakukan diri sendiri seperti korban dan tidak memperlakukan orang lain sebagai brengsek dengan menyadari rasa atau perasaan terluka akibat dari kesalahan orang lain dan menjadikannya sebagai pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga muncul perasaan tidak ingin orang lain mengalami kepahitan yang sama.
EMPATHIZE with THE PERSON WHO HURT YOU
Empati adalah memposisikan diri kita sebagai orang lain. Disini kita mencoba untuk memahami mengapa pelaku menyakiti kita. Hal ini tentu tidak mudah, kita mengarang cerita yang masuk akal yang mungkin diceritakan oleh pelaku jika kita menantangnya untuk menjelaskan. Mengembangkan empati tidak berorientasi pada diri sendiri yang berujung menyalahkan diri sendiri, melainkan berorientasi pada orang lain yang berujung pada belas kasih pada pelaku.
GIVE an ALTRUISTIC GIFT of FORGIVENESS
Altruistik merupakan sifat yang berdasarkan moral dimana kita memberikan perhatian pada kesejahteraan orang lain tanpa mementingkan diri sendiri (lawan dari egosentrik). Kita dapat mengingat ketika kita menganiaya seseorang. Ketika orang itu memaafkan kita, kita merasa beban menjadi ringan dan perasaan bebas. Kita tidak ingin mengecewakan orang itu dengan melakukan kesalahan yang sama. Dengan memaafkan secara altruistic, kita dapat memberikan hadiah terhadap diri sendiri karena memilih memaafkan sebagai bentuk pemurah hati.
COMMITMENT to FORGIVE
Seseorang yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan mengapa kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan dalam hubungan interpersonal. Pertama, pasangan yang mau memaafkan pada dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua, dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menlain hubungan di antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi kepentingan satu orang dan kepentingan pasangannya menyatu. Keempat, kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di antara mereka.
HOLD ON to FORGIVENESS
Ini adalah langkah yang sulit karena ingatan akan peristiwa yang dulu akan terulang kembali. Memaafkan bukanlah menghapus ingatan, melainkan perubahan dalam tagline yang dibawa oleh memori. Kita tidak perlu berdiam diri dengan penuh kenangan dan berlarut di dalamnya. Kita perlu untuk mengingatkan diri kita bahwa kita telah memaafkan dan membaca dokumen baru yang kita buat “Jika kamu ada dalam titik terendah, maka buatlah paragraf baru” – anonym.
Secara psikologis pemaafan akan efektif dan berdampak positif bila ada penuntasan persoalan psikologis yang antara lain ditandai dengan ketulusan dan kesungguhan untuk memperbaiki hubungan di masa mendatang pada pihak-pihak yang terlibat. Perwujudan akan hal itu harus tampak dalam ungkapan meminta dan memberi maaf. Karenanya, memaafkan, secara psikologis tanpa diwujudkan secara interpersonal dapat menyakitkan. Sementara itu, ungkapan secara interpersonal tanpa dilandasi ketulusan mengarahkan pemaafan hanya sekedar ritual. Hal yang terakhir inilah kiranya yang selama ini terjadi pada masayarakat Indonesia sehingga konflik dan ketidakharmonisan hubungan sosial sulit diatasi.
Itulah proses yang perlu kita lakukan untuk mengobati seluruh sakit baik fisik maupun mental. Sadarilah bahwa memaafkan merupakan sebuah proses menuju kebaikan. Luka kecil yang diberikan oleh orang lain pun perlu diobati, serta memaafkan hal-hal menyakitkan meskipun itu berulang kali. *dn
Sumber Bacaan :
Lyons, G. C. B., Deane, F. P., Caputi, P., & Kelly, P. (2011). Spirituality and The Treatment of Substance Use Disorders: An Exploration of Forgiveness, Resentment, and Purpose in Life. Addiction Research and Theory, 19(5), 459-469.
Worthington, E. L., Jr. (2006). Forgiveness and Reconciliation: Theory and Application. New York(US): Brunner-Routledge.