Masih dalam suasana Hari Raya Idul Adha atau biasa juga disebut dengan Hari raya haji. Setiap tahunnya dirayakan oleh seluruh umat muslim di dunia, tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah atau persis 70 hari setelah perayaan Idulfitri. Hari Raya ini sangat dinanti-nantikan oleh seluruh masyarakat baik muslim maupun non-muslim.
Disebut Hari Raya Haji karena pada hari itu, kaum muslim yang sedang menunaikan haji di Tanah Suci melakukan wukuf di Padang Arafah. Mereka semua mengenakan pakaian serba putih yang disebut pakaian ihram.
Iduladha juga sering disebut dengan Hari Raya Kurban. Penamaan tersebut berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim AS yang bersedia mengorbankan putranya untuk disembelih sebagai bentuk ketaatannya pada Allah SWT.
Ada banyak cara untuk merayakan Hari Raya Iduladha. Apalagi, beberapa daerah di Indonesia memiliki tradisi yang unik untuk menyambutnya. Tradisi-tradisi itu akan menjadikan perayaan Iduladha terasa semakin spesial. Apakah daerah kamu jadi salah satu yang akan kita bahas? Yuk, simak!
- Meugang, Aceh
Tadisi Meugang pertama kali dirayakan saat Sultan Iskandar Muda masih berkuasa memimpin Kesultanan Aceh 1607-1636. Tradisi ini bermula ketika Kerajaan Aceh memotong hewan dalam jumlah yang banyak untuk dibagikan secara gratis kepada msyarakat. Hal ini dilakukan sebagai rasa syukur dan terima kasih atas kemakmuran Aceh pada saat itu. Hingga saat ini, tradisi Meugang terus dirayakan selama tiga kali dalam satu tahun, menjelang ramadan, Idulfitri, dan Iduladha.
Tentu saja tradisi ini mempunyai nilai-nilai positif dong. Bersedekah atau saling berbagi satu sama lain kepada orang yang kurang mampu dan fakir miskin. Tujuan tradisi ini dilakukan agar semuanya dapat merasakan tradisi Meugang dan juga memperoleh pahala dari Allah SWT. Ada juga nilai kebersamaan dan gotong royong dalam tradisi ini, biasanya hewan yang disembelih akan dibersikan dan dibagi-bagikan daging secara bersama-sama.
- Manten Sapi, Pasuruan
Sebagai bentuk penghormatan untuk hewan kurban, khususnya sapi yang akan disembelih, masyarakat Pasuruan punya tradisi yang unik juga lho. Tradisi ini menjadi salah satu tontonan masyarakat setempat yang selalu ditunggu setiap tahun. Sapi yang akan dijadikan kurban akan dimandikan lalu dirias dengan menggunakan kalung bunga tujuh rupa, dibalut dengan kain kafan, serban, dan sajadah. Tidak lupa sapi-sapi terebut juga diberi bunga untuk hiasan di kepala agar terlihat seperti seorang pengantin. Sapi yang sudah dirias akan diarak oleh warga hingga menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban. Ibu-ibu juga ikut serta membawa peralatan masak serta bumbu-bumbu yang akan digunakan untuk mengolah daging. Tradisi Manten Sapi ini biasanya dilakukan satu hari sebelum sapi disembelih pada Iduladha.
- Mepe Kasur, Banyuwangi
Banyuwangi juga tak kalah kompak untuk mempertahankan eksistensi tradisi uniknya yang satu ini.
Tradisi Mepe Kasur merupakan tradisi turun menurun yang dilakukan oleh masyarakat Desa Kemiren, daerah asli tempat tinggal masyarakat Suku Using. Apa sih Mepe Kasur??? Mepe Kasur adalah kegiatan menjemur kasur di dean rumah masing-masing.
Warga Desa Kemiren akan menjemur kasur dimulai sejak matahari terbit sekitar ukul 07.00 waktu setempat dan akan dimasukkan kembali ke rumah setelah matahari melewati kepala alias pada tengah hari. Tradisi ini dipercaya bisa mengusir dari hal-hal yang buruk, terutama penyakit. Uniknya lagi, kasur yang dijemur tampak sama semua, satu sisi bewarna hitam dan sisi lainnya bewarna merah. Kok bisa sama yah? Ternyata punya nilai filosofinya lhoooo. Warga setempat percaya bahwa warna merah sebagai ibu dan warna hitam itu abadi. Artinya, kasih sayang seorang
ibu terhadap anak tidak ada batasan, selalu abadi.
Oleh sebab itu, jika punya anak perempuan yang akan menikah pasti dikasih kasur warna merah hitam. Tak hanya itu, bagi pasangan suami-istri, tradisi ini diyakini sebagai ritual permohonan agar terus diberi kelanggengan dalam mengarungi rumah tangga. Tradisi ini dilaksanakan setiap tanggal 1 Dzulhijjah atau menjelang Hari Raya Iduladha dan termasuk dalam rangkaian dari tradisi bersih desa.
- Kaul Negeri dan Abda’u, Maluku Tengah
Nah, tradisi yang satu ini ada adegan menggendong kambing untuk merayakan Hari Raya Iduladha.
Yuk, Kita bahas. Kaul dan Abda’u merupakan tradisi adat puncak dari serangkaian parade budaya yang dilakukan oleh masyarakat Negeri Tulehu, Maluku Tengah. Tradisi ini tidak hanya melibatkan satu desa tapi masyarakat dari desa-desa sekitarnya juga.
Tradisi Kaul lazimnya adalah proses penyembelihan yang dilakukan di beberbagai tempat. Bedanya, proses penyembelihannya dilakukan dua kali, selesai sholat, penyembelihan khusus di mana ada seekor kambing inti dan dua kambing pendamping. Ketiga kambing itu digendong dengan kain oleh pemuka adat dan agama untuk diarak keliling Negeri dan diiringi shalawat serta takbir.
Kemudian, kambing dibawa menuju ke pelataran Masjid Negeri Tulehu untuk disembelih oleh imam masjid. Dari atas pelataran masjid ibu-ibu menebar bunga yang harum, sedangkan darahnya akan diperebutkan oleh para pemuda peserta adat Abda’u yang berarti pemuda Tulehu siap dan rela berkorban demi menegakkan kebenaran.
Abda’u diselenggarakan secara rutin setiap Idul Adha karena merupakan refleksi nilai sejarah yang terinspirasi dari sikap pemuda Ansar yang gagah dan gembira menyambut hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah. Peristiwa itulah yang mengawali penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia.
Abda’u bermakna anak-anak negeri Tulehu basudara (bersaudara). Anak-anak Negeri yang melakukan Abda’u saling senggol-senggolan, bahu membahu memperebutkan bendera. Hal itu dimaknai untuk mempererat hubungan persaudaraan antarpemuda.
- Accera Kalompoang, Sulawesi Selatan
Accera Kalompoang sangat istimewa karne menjadi acara tahunan dan sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Beda oleh Kemendikbud pada 10 Oktober 2018. Tradisi sakral ini dilakukan di Istana Balla Lompoa ri Gowa setiap Hari Raya Iduladha untuk melaksanakan pencucian benda-benda pusaka milik Kerajaan Gowa. Dipimpin oleh Guru Besar yang disebut Anrong Guru Taeng, benda- benda kerajaan dicuci dengan air suci yang sudah didoakan.
Salah satu ritual penting di Accera Kalompoang adalah penimbangan Salokoa, mahkota emas murni dengan berat 1.768 gram. Ada kepercayaan tumbuh sehubungan dengan berat mahkota tersebut. Jika timbangan mahkota bertambah, masyarakat percaya ini adalah petanda kemakmuran selama setahun berikutnya tapi jika beratnya berkurang, berartipetanda adanya masa paceklik. *fyn