free page hit counter
Opini

Mengenal Mappacallio; Tradisi Masyarakat Pakeng Di Bulan Ramadhan

Marhaban ya Ramadhan. Akhirnya Bulan Ramadhan telah tiba. Bulan suci yang sangat dinanti-nantikan oleh umat muslim di seluruh penjuru tanah air. Dalam menyambut Bulan Ramadhan, setiap daerah di seluruh Indonesia tentu memiliki tradisi-tradisi yang unik. Seperti di Aceh yang melaksanakan tradisi maugeng dalam rangka mempererat tali kebersamaan bagi setiap keluarga sebelum bulan puasa, atau tradisi bakar batu di lembah baliem, tanah Papua. Semua daerah memiliki cara atau tradisi yang berbeda-beda dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan. Hal itulah yang menjadi kekayaan bagi Indonesia karena keberagaman tradisi dan budayanya.

Dalam masyarakat Sulawesi Selatan, terutama di Desa Pakeng, yang ada di Kabupaten Pinrang, juga memiliki tradisi yang sering dilakukan dalam penyambutan bulan Ramadhan yaitu dengan istilah “Mappacallio”. Mappacallio sendiri diartikan menyalakan, pacallio merupakan lilin tradisional yang terbuat dari biji kemiri yang telah ditumbuk halus dan dicampur dengan kapas. Setelah itu ditekan atau direkatkan pada sebatang lidi atau sebilah bambu yang telah dipotong-potong kecil seperti halnya tusuk sate. Pacallio dibuat dalam jumlah yang banyak sesuai kebutuhan atau niat yang akan disampaikan oleh setiap ibu rumah tangga.

Mappacallio menjadi tradisi turun-temurun yang dilakukan oleh masyarakat Pakeng sebagai manifestasi pengagungan dan rasa syukur kepada Allah SWT. Karena telah memberikan segala bentuk keberkahan dan kemudahan selama menjalankan ibadah puasa. Selain itu, masyarakat juga menilai tradisi itu penuh dengan makna yang tersirat. Paccallio dimaknai sebagai cahaya, sehingga dengan datangnya Ramadhan merupakan penerang bagi manusia akan kegelapan dosa-dosa yang telah lalu.

Tradisi Mappacallio yang dilakukan oleh para leluhur terdahulu telah diajarkan serta diwariskan terus menerus sehingga tidak terputus kepada generasi berikutnya. Mereka tentunya akan menjaga dan melestarikan budaya tersebut dengan membiarkan anak-anak mereka juga ikut serta menyaksikan langsung dan melihat prosesi Mappacallio ini. Karena hal tersebut memiliki motif yang dapat menimbulkan kebaikan atau kemaslahatan bagi manusia, maka masyarakat di Desa Pakeng selalu menghargai dan menganggap penting hal tersebut selama tidak menimbulkan kemudharatan di dalamnya.

Meskipun begitu, paccallio atau lilin tradisional merupakan produk budaya lokal yang kerap dijumpai pada kegiatan-kegiatan tradisi lokal lainnya jauh sebelum Islam masuk. Kendati demikian, tradisi mappacallio baru dilakukan setelah adanya pengaruh agama Islam dan budaya Islam. Tradisi mappacallio hanya diadakan satu kali dalam setahun itupun hanya pada akhir bulan Ramadhan, Idul Fitri. Tradisi mappacallio sampai saat ini masih terus dikerjakan oleh seluruh masyarakat Desa Pakeng, yang mulai diajarkan atau diikutsertakan untuk menyaksikan langsung pelaksanannya. Prosesi Mappacallio dari masa kemasa tidak pernah mengalami perubahan tata cara pelaksanaannya. Masyarakat Desa Pakeng sampai kini tetap mempertahankan, melestarikan dan menjalankan tradisi mappacallio sebagai bentuk hasil budaya lokal, serta mengajarkannya kepada para anak cucu mereka agar tidak melupakan budayanya. Lebih dari itu, tradisi mappacllio ini berlangsung dengan tetap menyandarkan diri pada Alquran dan Hadist, serta selalu mengesakan Allah dengan niat yang hanya semata-samata karena Allah SWT. (*AWS)

Join The Discussion