Seringkali kita menemukan beragam pandangan dan opini di media sosial. Ada yang kesannya baik adapula yang berlebihan. Perbedaan pendapat, latar-belakang, hingga kondisi lingkungan dan sebagainya tentu akan menghadirkan keberagaman-keberagaman yang tiada batas. Keberagaman pada dasarnya merupakan hal yang lumrah, selalu ada dan tak bisa kita hindari. Keberagaman individu hingga kelompok akan selalu kita temui di dunia nyata hingga dunia maya. Namun ada titik dimana keberagaman bisa menjadi konflik, hanya jika kita tak paham bagaimana menyikapi keberagaman tersebut. Sudah berapa banyak konflik yang terjadi didasari atas perbedaan pendapat dan pandangan yang tidak disikapi dengan semestinya. Konflik agama, suku, ras, hingga politik merupakan bukti nyata kurang bijaknya kita berkompromi dengan perbedaan yang ada.
Bijak dalam menyikapi perbedaan merupakan satu-satunya pilihan yang bisa kita lakukan. Hidup berdampingan dengan kebergaman dapat menciptakan ketentraman dan kedamaian. Terbuka tehadap perbedaan tidak hanya bisa membuat kita menghargai perbedaan namun juga menghadirkan pemahaman baru bagi kita. Keterbukaan tidak hanya membantu kita mengekspresikan diri tetapi juga mendatangkan pandangan baru nan kompleks. Kompleksitas inilah yang seharusnya mampu menyadarkan kita tentang makna menghargai sebuah perbedaan.
Masyarakat Indonesia pada dasarnya memang perlu membiasakan diri dengan kemajemukan bangsa ini. Jika bersikap terbuka dan menghargai merupakan respon paling utama bagi perbedaan yang ada, maka selanjutnya perlu disertai dengan sikap moderat. Memposisikan diri sebagai seorang yang memahami perbedaan dengan bersikap moderat menjauhkan kita dari fanatisme berlebihan. Moderat dianggap sebagai buah pemikiran yang terbuka, memilih berada di tengah-tengah dan tidak cenderung ke salah satu aspek pembeda. Bersikap moderat tentunya harus didasari pada pemahaman-pemahaman yang kompleks mengenai dua atau lebih aspek pembeda yang ada. Sederhananya bersikap moderat menjadikan kita penengah dalam setiap perbedaan, tidak berlaku ekstrim dan fanatik yang cenderung menghadirkan perpecahan.
Menerapkan sikap terbuka dan moderat dalam menghadapi perbedaan bisa menghadirkan iklim yang lebih damai di kehidupan kita. Tapi tentunya hal ini perlu disertai dengan pemahaman yang baik, moderat tak hanya sekedar opsi netral bagi kita yang tak mau tau apapun. Dalam keseharian kita yang kian kompleks, hal ini seharusnya bisa kita lakukan. Ketimbang bersikap fanatik, kita bisa lebih terbuka dan moderat terhadap perbedaan apapun.
Di dunia nyata maupun dunia maya, perbedaan pendapat sudah menjadi konsumsi kita sehari- hari. Terlebih di kondisi serba terbatas saat ini, saat pandemi betul-betul menggerogoti sebagian dari masyarakat kita. Tanpa sadar kita sudah terjebak dalam kepanikan. Beragam fakta dan opini menyeruak memecah fokus. Provokasi, hujatan, dukungan hingga kritik bersebaran dimana- mana. Kesemuanya merupakan akar dari perpecahan yang bisa mendatangkan konflik. Kondisi ini tidak bisa kita katakan baik-baik saja, meski tak kita saksikan langsung. Contoh sederhana di dunia maya khususnya media sosial, karena saat ini sebagian waktu kita habiskan dengan beraktivitas daring. Aktivitas bermediasosial ini menciptakan banyak interaksi antarpengguna. Berspekulasi, beropini hingga berdebat bisa berlangsung disana. Ada pihak yang bertentangan karena perbedaan pendapat, ada yang fanatik hingga menjadi provokator, memecah belah dan terus berputar bagai gunung es yang kian lama kian membesar dari satu orang ke orang lain. Akibatnya? Terciptalah berbagai kelompok yang saling terpecah belah karena pandangan yang berbeda. Jika terus berlanjut, jika semakin banyak yang terprovokasi, jika bola es semakin besar dan tak terbendung, bukan tidak mungkin perpecahan kelompok yang tadinya hanya di dunia maya ini berlanjut menjadi konflik nyata di masyarakat. Hal seperti ini banyak terjadi di masyarakat kita.
Jika saat ini kita berselancar di dunia maya, akan kita temukan beragam kelompok yang menyuarakan pandangannya dengan lantang menantang dan memprovokasi banyak orang. Sasarannya beragam, rakyat biasa, pemerintah, para elit politik, hingga petugas medis yang berjuang di garis depan. Lalu, akankah semua kita biarkan semakin rumit? Tentu saja kita harus mencoba lebih terbuka dan bersikap moderat agar semuanya tak semakin parah.
Tak dapat kita pungkiri kondisi di tengah pandemi sekarang mungkin sudah sangat melelahkan, kita benar-benar ingin kembali di kondisi normal seperti sediakala. Kita sedang beradaptasi dengan hidup yang baru. Kondisi yang melelahkan ini akan semakin runyam jika disertai dengan konflik. Namun apapun kondisinya, perbedaaan tidak seharusnya menciptakan perpecahan di tengah perjuangan kita bersama menghadapi pandemi. Ya, walau seharusnya tanpa pandemi ini pun kita harus tetap bijak menyikapi segala macam perbedaan yang ada. Bersikap moderat bukan berarti apatis, melainkan lebih memposisikan diri, tidak condong ke kanan pun ke kiri, memahami dan menimbang, akhirnya kita lebih tau mana yang seharusnya dan mana yang tidak seharusnya. Langkah ini tentunya meminimalisir perbedaan yang ada agar tidak semakin membesar, dan menjauhkan kita dari tindak ekstrim yang merugikan.
Perjuangan menghadapi pandemi ini belum berakhir. Keresahan kita bersama masih terus berlanjut entah sampai kapan. Tentunya kita mengharapkan semua ini segera berakhir. Kita semua, ini harapan kita bukan? Kali ini kita tak berbeda pendapat tentunya. Rakyat biasa, pemerintah, para elit politik, hingga petugas medis, bahkan anda mengharapkan hal yang sama. Kita harus bisa bertahan sampai akhir, meyatukan semangat, saling menguatkan, dan saling mendukung. Dengan begitu semua akan lebih mudah, tanpa perpecahan, tanpa konflik dan menjalani semuanya dengan damai. (*NMH)