Sekolah merupakan tempat bagi semua umat tanpa membeda-bedakan. Apapun agamamu, suku, ras, warna kulit dan bangsamu sekolah tempat yang terbuka bagi semua. Kamu berhak mengetuknya, masuk dan berkewajiban menjaga harhomi keberagaman yang ada. Menyemai setiap perbedaan dan saling menguatkan nilai-nilai kebangsaan. Rasa persabahabatan dan persaudaraan wajib dipelihara, dipupuk, dan disebarluaskan. Sekolah adalah tempat yang tepat untuk mengajarkakan nilai toleransi.
Pengajaran tolerasnsi mestinya dipraktikan oleh seluruh warga sekolah. Mulai dari Kepala Sekolah, Guru, Pegawai Tata Usaha/Administrasi, Pegawai Keamaan bahkan Tukang Kebersihan Sekolah. Sehingga siswa memiliki figure yang dapat dicontoh. Namun, gurulah yang memiliki porsi lebih untuk mempraktikan toleransi di sekolah. Setiap guru harus memiliki prinsip menghargai perbedaan dan menguatkan nilai-nilai kebangsaan. Guru harus mengajarkan kepada setiap siswa untuk menghargai satu sama lain tanpa memandang perbedaan suku, ras, agama, warna kulit, bahkan bentuk tubuh setiap siswa. Serta menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang diformulasikan pada setiap tahapan pembelajaran, seperti menyanyikan lagu kebangsaan disetiap akhir pembelajaran.
Pendidikan toleransi bukan sekedar diteorikan, tetapi diparktikkan
Teori tak selalu sama dengan praktek adalah istilah yang lazim terdengar di dunia pendidikan. Istilah ini telah mendarah daging, maka Pekerjaan Rumah (PR) besar kita hari ini untuk mematahkan istilah tersebut dengan menjadi pioneer jika “Praktik adalah penerapan dari teori” sehingga nilai-nilai toleransi tidak sekedar diteorikan tetapi dipraktikan. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam menerapkan teori toleransi di lingkungan sekolah.
Pendidikan toleransi pada dasarnya tidak rumit untuk diajarkan di sekolah. Toleransi erat kaitannya dengan saling membantu dan menghargai satu sama lain. Membiasakan siswa berdoa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing sebelum belajar adalah contoh nyata praktik toleransi yang telah diterapkan di sekolah.
Hal sederhana lainnya yang dapat dilakukan oleh guru dalam praktik toleransi ialah dalam pembagian kelompok siswa dibagi menjadi kelompok yang beranekaragama. Pada setiap kelompok terdapat, suku, ras, agama, yang berbeda. Cara ini sederhana tetapi memberikan pelajaran bermakna bagi siswa. Sehingga setiap siswa walaupun mereka berbeda tetapi mereka memiliki ikatan batin persaudaraan. Berbeda, tetapi bersaudara.
Perbedaan adalah Keindahan
Sebuah pelangi tak akan indah jika hanya satu warna. Sebuah masakan tak akan nikmat jika hanya diberi satu bumbu. Lalu, mengapa manusia yang berbeda-bdea tidak saling menciptakan keindahan? Jawabannya sederhana karena manusia terlalu mementingkan egonya. Sehingga keindahan dalam keberagaman itu hilang. Hari ini praktik-praktik pengerucutan perbedaan semakin bermunculan, bak jamur di musim penghujan. Awalnya hanya dilingkungan ibadah tertentu lalu mulai tumbuh subur di lingkungan sekolah.
Telah menjadi rahasia umum jika beberapa sekolah menerapkan nilai keagamaan yang begitu kuat. Hal ini tentulah sangat baik, tetapi terdapat pula sekolah yang mengikis nilai kebangsaan. Seperti, pelarangan upacara bendera, hormat kepada bendera atau bahkan menyanyikan lagu-lagu kebangsaan meskipun Indonesia Raya. Ini adalah praktik intoleransi yang telah merujuk pada tindakan radikal. Semua pihak harus turun tangan menindaklanjuti kejadian ini. Sekolah harus menjadi tempat yang universal bukan milik golongan tertentu, terlebih lagi golongan perusak kebangsaan. Sebab kita semua bersaudara. (*ILS)