free page hit counter
Berita

Menjadi Indonesia, Sebuah Refleksi 90 Tahun Sumpah Pemuda

Pemuda hadir tak hanya berbatas pada makna usia, ia hadir dengan luas untuk merasakan negerinya

Duta Damai Sul-Sel

Di masa 90 tahun yang lalu sekumpulan pemuda hadir turut ikut mengisinegerinya, mengisi dengan sebuah komitmen persatuan berdasar rasasepenanggungan terhadap bangsa. Bukan main, proses merasakan bangsa yangmereka jeawantahkan dalam tiga baris ‘Satu Kesatuan’ itu sukses mengantarkannegeri pada nuansa persatuan yang bergelora, yang mana menjadi modal pentingkala itu dalam usaha mengusir kolonialisme demi tercapainya sebuah bangsayang merdeka.Kini kesuksesan merasakan negeri di 90 tahun lalu itu menjadi sebuahmoment penting di tiap pergantian tahunnya, beragam kemasan diolah dandisuguhkan untuk merefleksikan nilai-nilai historis dan semangat pemuda dariberbagai ‘Jong’ nusantara.

Bahkan tak terhitung berapa banyak anak muda hariini yang juga ikut menyalakan kembali sumpah pemuda dengan kobaransemangat walau bermodal piranti gadget ala anak muda di zaman kekinian,ratusan bahkan ribuan posting membanjiri lini massa sosial media yang takjarang juga menjadi trending topik negeri bahkan dunia, lebih-lebih jika waktuitu sumpah pemuda ditulis disebuah lini sosial media, bisa dibayangkan beraparetweet yang akan tersiar keseluruh penjuru negeri.Sumpah menurut pengertiannya yaitu menahkikkan atau menguatkansesuatu dengan menyertai nama Tuhan. Setidaknya jika ditelisik lebih lanjut adatiga poin penting yang menjadi bagian yang turut membungkusi makna sumpah,yaitu sebuah pernyataan resmi, tekad untuk siap menanggung konsekuensi atassesuatu, dan ikrar untuk dengan teguh menunaikan sesuatu.Sumpah jika disederhanakan lagi mempunyai jarak dan hubungan dekatdengan pemaknaan komitmen, lebih-lebih sumpah yang pada awalnya dibuatdan diperuntukkan untuk sesuatu yang fundamental dan menciptakan nilaikeberlanjutan bagi setiap pengucap dan pendengarnya seperti halnya sumpahpemuda.

Sumpah dengan tiga baris ‘Satu Kesatuan’ yang hingga kini kita ingat danulang, sejatinya memuat nilai dan kedudukan penting bagi kehidupan pemudadan bangsa. Nilai-nilai itu memuat sebuah harapan sekaligus komitmen bagisetiap pendengar dan pengucapnya untuk turut melaksanakan danmenginternalisasi kedalam diri pribadi menjadi sebuah perjalanan nasib dikehidupan sehari-hari.Sesekali waktu adakalanya kita perlu bertanya, jika hari ini kita masihmenyuguhkan negeri dengan lelakon yang menumpahkan darah sesama anakbangsa, menyibukkan diri dengan berucap bahwa ideologi bangsa ini salah danyang benar hanyalah ideologi kelompok tertentu, serta mengasingkan bahasaIndonesia di negerinya sendiri, maka jangan-jangan sebenarnya kita hari ini telahberjamaah melanggar sebuah sumpah dan menjadi pemuda yang turutmenyumbang dosa bagi negerinya.Setiap kita adalah pembelajar tanpa terkecuali, dan belajar adalah kegiatansehari-hari yang kita lakukan semenjak kita lahir dari rahim dan ditiupkan oleh-Nya ruh kehidupan.

Belajar dan menjadi pelajar tak boleh memproduksi minder,hari-harinya harus dipenuhi dengan produk optimisme. Jika sebagian memilihcukup puas dengan mem-bully dan nyinyir terhadap sebuah masalah bangsa,maka pelajar bangsa harus gagah mendirikan solusi memagar optimisme untukmenyelesaikan masalah bangsa. Pelajar tidak boleh trauma dengan luka 350tahun dijajah, karena sejatinya negeri ini juga masih muda masih punyasemangat menyongsong masa depannya. Ledekan negeri lain terhadap bangsakita yang tradisionalis, kuno dan miskin, harusnya tidak kita amini dengan sikapkonsumerisme yang terus menyusu pada temuan teknologi bangsa lain, kitaharus menjadi bangsa yang kaya yang bisa menyusu dengan temuan anaknegerinya. Koes Plus dalam lirik lagunya menyebutkan bahwa negeri ini adalah‘kolam susu’ yang mana harusnya tak ketergantungan mencari susu di negerilainnya.

Pelajar bangsa hari ini harus belajar ekstra tak sekedar hanya belajarmenyoal sendiri, kesepian, berdua, bahagia serta segelintir obrolan lain kaum elitberlabel perasaan. Menjadi pemuda dan pelajar bangsa di hari ini harus ikutseaktif mungkin merasakan bangsanya, merasakan tentu tak hanya sekedar pekadan berkata ‘Oh iya Indonesia’, merasakan harus dimanifestasikan dalam cintadan rindu untuk terus menjadi aktor yang berlaga menciptakan moment pentingbagi sejarah bangsa. Kita harus yakin dan memperlihatkan kepada mereka parapejuang muda, bahwa sumpah pemuda yang 90 tahun silam mereka ucap telahmelahirkan ‘Jong-jong’ baru yang siap ikut bertumpah darah satu, berbangsasatu dan berbahasa satu untuk kemajuan negeri Indonesia.Idiom Sufi memberi petuah ‘tidak mengenal jika tidak merasakan’ dan ‘tidakmerasakan jika tidak mengalami’. (*)

Join The Discussion