Ayah itu ibarat jenderal di rumah, yang selalu punya misi penting: menjaga anak-anak biar enggak jadi korban tren-tren aneh di luar sana. Di tengah gempuran paham kekirian yang kayak enggak ada rem, Hari Ayah Nasional datang buat ngingetin betapa pentingnya peran ayah sebagai panutan.
Zaman sekarang, apa-apa serba bebas. Tapi kalau enggak hati-hati, kebebasan bisa bikin orang jadi “bucin” sama ideologi tanpa arah. Nah, di sini nih, sosok ayah jadi penting buat ngajarin, bahwa kebebasan tuh asik kalau ada tanggung jawab yang nempel.
Dalam keluarga, ayah jadi sosok yang ngajarin langsung dari praktik, bukan teori kosong. Misalnya, ngajarin anak kalau hidup itu enggak melulu soal hak, tapi juga ada kewajiban. Biar anak enggak gampang terpengaruh sama paham kekirian yang seringkali bikin orang mikir, “Aku bebas kok mau begini-begitu, terserah gue!” Padahal nih, John Locke bilang dalam teori natural rights, kebebasan itu harus seimbang dengan tanggung jawab sosial. Jadi, ayah bisa ngajak anak-anaknya buat paham konsep “bebas tapi enggak lepas.” Seru, kan?
Mungkin sering kita dengar, “Anak itu fotokopian orang tua.” Nah, menurut teori belajar sosial Albert Bandura, anak-anak emang cenderung nyontohin apa yang mereka lihat di rumah. Kalau ayahnya suka kasih contoh positif, kayak kerja keras tapi masih sempet peluk anak atau bantu tetangga yang kesusahan, anak-anak pasti otomatis ikut-ikutan.
Jadi, ayah di sini kayak influencer versi dunia nyata, cuma bedanya, tanpa harus minta followers atau like. Ini penting banget biar anak-anak enggak cuma pinter ngomong soal kebebasan, tapi juga ngerti gimana cara jadi warga yang bertanggung jawab.
Paham kekirian emang sering datang kayak iklan diskon besar-besaranterlihat menarik tapi bisa jadi jebakan batman. Jadi, ayah juga bisa ngajarin gimana caranya biar anak-anak enggak gampang termakan omongan manis tanpa isi. Ngajarin diskusi yang asik, misalnya pas makan malam, bisa jadi cara seru buat ngebuka obrolan soal isu-isu terkini. Biar anak-anak bisa punya wawasan luas, enggak gampang termakan info hoaks, dan bisa mikir kritis. Di sini, ayah bisa jadi pembimbing yang asik tapi tetap punya wibawa.
Selain jadi panutan, ayah juga harus kreatif bikin suasana rumah jadi nyaman tapi tetap mendidik. Coba deh bikin kegiatan seru kayak family game night atau piknik dadakan ke taman terdekat tanpa gadget. Ayah juga bisa ngajak anak ikut kegiatan sosial, kayak bantu di acara lingkungan atau gotong-royong, biar anak ngerti kalau jadi bagian masyarakat itu ada kontribusinya. Dari hal-hal kecil ini, anak-anak jadi ngerti bahwa kebebasan bukan berarti boleh egois dan mikir diri sendiri doang.
Lebih dari sekadar urusan rumah tangga, ayah juga punya peran penting dalam ngembangin karakter anak biar tahan banting sama perubahan zaman. Misalnya, ngajarin anak gimana caranya berani ambil keputusan tapi tetap tanggung jawab sama akibatnya. Ini jadi semacam vaksin mental buat anak-anak, supaya enggak gampang baper atau kebawa arus sama tren yang lagi viral. Jadi, mereka bisa jadi pribadi yang stabil, enggak gampang galau kalau ketemu masalah.
Hari Ayah Nasional bukan cuma sekadar momen buat kasih ucapan “I love you, Dad!” atau hadiah kaos kaki. Ini saat yang tepat buat semua orang sadar bahwa peran ayah itu krusial. Ayah bukan cuma tukang benerin genteng bocor atau cari duit buat bayar listrik, tapi juga penjaga nilai-nilai penting dalam keluarga. Kalau ayah bisa ngajarin anak-anaknya soal tanggung jawab, etika, dan kebebasan yang bertanggung jawab, otomatis mereka jadi pribadi yang lebih siap menghadapi dunia luar.
Jadi, kalau ada yang bilang kebebasan itu harus total tanpa syarat, ayah bisa kasih pandangan beda: kebebasan itu justru keren kalau kita bisa ngatur diri sendiri dengan bijak. Enggak cuma diomongin, tapi dipraktikkan. Anak-anak jadi tahu gimana caranya bikin keputusan tanpa nyusahin orang lain. Mereka juga belajar bahwa jadi orang keren itu bukan cuma soal gaya, tapi juga tentang punya empati dan mau peduli sama sekitar.
Hari Ayah Nasional ini bisa jadi pengingat buat kita semua, bahwa keluarga itu ibarat benteng pertahanan pertama dari segala macam paham aneh di luar sana. Ayah adalah komandannya, yang dengan keteladanan dan kasih sayang, ngajarin anak-anak gimana caranya jadi pribadi yang bebas tapi tetap punya tanggung jawab.
Jadi, yuk kita rayakan peran ayah dengan lebih dari sekadar kata-kata. Ajak ayah diskusi, jalan-jalan, atau sekadar nongkrong bareng sambil minum kopi. Karena, pada akhirnya, keluarga yang kuat adalah kunci buat ngelawan segala macam paham yang merusak.
RYN