Indonesia sebagai negara kepulauan kedua terbesar di dunia, Indonesia memiliki keberagaman yang sangat unik. 270,3 juta penduduk, 17.000 pulau, 1.340 suku bangsa, 6 agama, banyak kepercayaan serta ribuan bahasa dan budaya. Keberagaman Indonesia ini menjadi kekuatan sekaligus kerawanan.
Survei pengalaman hidup perempuan nasional menyebutkan bahwa di tahun 2016 ada 1 dari 3 Perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya. Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) juga menemukan bahwa lebih banyak anak perempuan yang mengalami kekerasan dibandingkan anak laki-laki. Lalu mengapa perempuan dan anak menjadi kelompok yang rentan?
Dalam pemaparan salah satu program prioritas Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yaitu Perlindungan Perempuan, Anak dan Remaja, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) Republik Indonesia menyebutkan bahwa terdapat 6 alasan mengapa perempuan dan anak rentan mengalami kekerasan, yaitu:
- Budaya patriarki yang masih kental di Indonesia,
- Pandangan masyarakat bahwa perempuan adalah individu yang memiliki loyalitas tinggi dan tidak dicurigai,
- Pemahaman agama yang radikal,
- Perempuan korban kekerasan atau yang sedang dalam upaya keluar dari trauma, lebih mudah menerima pengaruh dan doktrin,
- Belum masifnya literasi tentang bahaya radikalisme, dan
- Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
Perempuan juga kerap bersimpati dan menjadi pendukung dengan mempersiapkan makanan, kesehatan dan sebagainya. Perempuan juga menjadi target prioritas untuk direkrut dengan melakukan pendekatan ideologi (dorongan keyakinan).
Mengapa perempuan penting menjadi target perdamaian?
Dalam lingkup keluarga perempuan memberikan pendidikan dan penanaman nilai toleransi dan cinta damai kepada suami dan anak-anaknya.
Perempuan juga dapat mendukung proses recovery dan healing melalui aktivitas pemberdayaan sosial, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan dengan ikut serta menyampaikan pesan-pesan perdamaian di berbagai platform sosial media. Gerakan perempuan juga sudah mulai bergerak membangun kerjasama lintas sektor dalam upaya pencegahan konflik dan menciptakan perdamaian.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ratna Susianawati menyampaikan bahwa koordinasi dan kolaborasi yang efektif dengan berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, media, dunia usaha, serta akademisi dan pakar merupakan kunci dalam melindungi perempuan-perempuan yang berdaya, serta anak-anak dimanapun mereka berada.
Penulis : Ning Aini