Hallo Sahabat Damai, Tau nggak kalau Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pulau yang sangat banyak, kondisi geografis Indonesia yang didominasi dengan 70% lautan menobatkan Indonesia sebagai negara maritim, tidak hanya itu, jutaan pulau di Indonesia memiliki keunikan Bahasa, Budaya, Adat dan Istiadat yang sangat beragam, tapi jangan salah dengan keberagaman ini setiap daerah punya falsafah hidup yang tumbuh dan menjadi pegangan sebagai nilai-nilai kehidupan di masyarakat dalam memperkokoh persatuan mereka.
Salah satu daerah yang sangat kental dengan semangat persutuannya adalah Sulawesi Selatan, di tanah ini lahir sosok Pahlawan Nasional yang memiliki jiwa Nasionalisme yang tinggi Sultan Hasanuddin, juga lahir Sosok Pembawa Risalah Islam Sultan Alauddin, hingga sosok pembawa Kedamaian dan Persatuan Syekh Yusuf. Wah,,, kalau berkunjung ke tanah Daeng pusat Kota Sulawesi Selatan kita akan menyaksikan 3 Tokoh Dunia Pejuang Perdamaian yakni: Syekh Yusuf, Nelson Mandela, dan Mahatma Gandhi, Wahh sangat mengispirasi sekali, 3 patung replika ini menjadi gambaran persatuan lintas batas-batas negara. Selain tokoh-tokoh Nasional, Sulawesi Selatan juga memiliki keberagaman Suku, seperti Bugis, Makassar dan Toraja, yang kesemuanya memiliki falsafah hidup yang menjadi nilai dasar yang ditanamkan para leluruhurnya.
Membumikan Petuah Bugis
Bagi anak muda Suku Bugis sudah pasti tidak asing lagi dengan kata Sipakatau, Sipakainge dan Sipakalebbi. Petuah ini menjadi pegangan bagi mereka yang berdarah Bugis- dimanapu ia berada. Kekuatan persuatuan yang dibentuk dari falsafah ini seakan menjadi magnet bagi masyarakat Sulawesi Selatan baik di kampungnnya sendiri apalagi sedang dalam perantauan.
Sipakatau dalam Bahasa Bugis berdasar kata “tau” yang berarti manusia, sehingga mengandung nilai dari sisi kemanusiaan, dimana seseorang haruslah memandang seseorang sebagai manusia seutuhnya, memperlakukan setiap manusia sebagaimana Allah Swt., menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan mulia. Konsep nilai yang terkandung di dalamnya adalah tidak membeda-bedakan manusia baik dari status agama, sosial, budaya, ekonomi, maupun politiknya.
Sipakainge dalam Bahasa Bugis berdasar kata “inge” yang berarti ingat, dalam falsafah Bugis memiliki makna saling mengingatkan. Sipakainge memiliki dua nilai yakni: Warani yang bermakna memberikan pelajaran kepada setiap manusia untuk memiliki keberanian dalam mengungkapkan kebenaran atau mengemukakan pendapat serta saran kepada orang lain, sedangkan Arung yang bermakna memberikan pelajaran kepada setiap manusia untuk berjiwa rendah hati dalam menerima segala masukan, kritikan, dan saran dari orang lain.
Sipakalebbi dalam Bahasa Bugis berdasar kata “lebbi” yang berarti bersajaha dan beribawa, dalam falsafah Bugis mengandung makna saling memuliakan dan menghargai sesama manusia. Konsep nilai yang terkandung di dalamnya adalah dengan Sipakalebbi kehidupan sosial kemasyarakatan menjadi lebih damai karena lahir perilaku saling mengapresiasi, menghargai, dan menghormati baik dari sisi ucapan maupun tindakan. Perilaku demikian tentu melahirkan keharmonisan dalam bermasyarakat.
Melangitkan Indonesia Harmoni
Ancaman virus radikalisme yang terus berkembang menggerogoti kehamonisan Indonesia seyogyanya dapat diberantas dengan kembali membumikan falsafah yang menjadi warisan leluhur bangsa Indonesia. Konsep nilai yang terkadung dalam Sipakatau, Sipakainge, dan Sipakalebbi menjadi vaksin yang ampuh bagi masyarakat lokal Sulawesi Selatan dalam menangkal radikalisme.
Nilai Sipakatau mendudukkan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia dan oleh karenanya harus dihargai dan diperlakukan dengan mulia. Nilai Sipakainge memposisikan manusia sebagai makhluk sosial yang tidak luput dari kesalahan olehnya itu Sipakainge menjadi stimulus dalam memberikan arahan, masukan dan pelajaran kepada sesama dengan tidak menyalahkan apalagi mengkafirkan jika tidak sejalan. Nilai Sipakalebbi, menempatkan manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi, sehingga diperlukan suatu etika untuk saling menghormati dan saling menghargai antar sesama.
Pappasenna Tau Rioloe jika diimpelementasikan melalui sikap dan tindakan dalam menjaling hubungan sosial di dalam masyarakat maka akan tercipta suasana harmonis yang tercermin dari pola hubungan masyarakat yang saling memuliakan, mengingatkan dan menghormati.
Sekarang sudah waktunya kembali belajar sejarah, mengingat dan memahami nilai-nilai dari falsafah yang diwariskan para pendahulu, untuk kemudian diimplementasikan dalam berkehidupan sehari-hari. Dengan demikian, virus radikalisme yang mengancam Indonesia dapat dibunuh dengan vaksin budaya lokal di masyarakat. (SS)