Stoikisme muncul pada zaman Yunani dan Romawi kuno, ditemukan oleh filsuf yunani Zeno dan dikembangkan sederet filsuf romawi Seneca Epictitus dan juga Marcus Orelius selama ratusan tahun, pola pikir ini populer baik dikalangan budak maupun aristokrat.
Kalangan tersebut menganggap filosofi ini sangat berguna dalam keseharian karena mengajarkan mereka cara untuk tenang terutama ketika menghadapi situasi sulit tak terduga. Salah satu tujuan penting dalam stoikisme adalah penguasaan diri self mastery. Seseorang yang bisa menguasai diri dengan baik cenderung tenang, tahan mental dan punya emosi yang seimbang.
Penjelasan sederhana dari Stoikisme, kita hanya bisa mengendalikan apa yang ada dalam kendali kita, yakni pilihan dan tindakan kita sendiri. Apapun diluar dari itu adalah factor eksterna,l diluar kendali diri sendiri karena yah hanya itu yang bisa dikendalikan lewat penilain hal-hal eksternal ini. Hal eksternal yang dimaksud adalah semua peristiwa situasi atau tindakan perilaku orang lain terhadap kita.
Misalnya dalam dunia kerja sebagai seorang karyawan atau staff berharap dapat promosi nah yang ada dalam kendali kita sendiri adalah kualitas kerja, waktu dan usaha kita yang kita kerahkan untuk mencapai kinerja yang bagus dan hasil yang harapannya maksimal. Memastikan bahwa kinerja dan hasil terlihat. Mereka yang punya wewenang memberikan promosi tidak bisa kita kendalikan dalam situasi ini apakah bos atau leader memilih kita untuk di promosikan. Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan ini, faktor eksternal diluar apapun itu. Kita hanya bisa memastikan bahwa perilaku dan tindakan kita selaras dengan apa yang dibutuhkan agar bisa dapat promosi atau naik jabatan.
Semakin mencoba untuk mengendalikan apa yang ada diluar kendali maka semakin frustasi dan kecewa bahkan sakit hati ketika realitanya diluar harapan atau tidak sesuai dengan ekspektasi, jadi yah tetap berusaha dan bekerja sebaik mungkin. Jika, kinerja diapresiasi syukur, jika belum seorang Stoik tidak akan menghabiskan tenaga atau waktu sedikitpun untuk mengeluh.
Seorang Stoik menyadari betul atas kendali peniuh yang ia miliki, apakah ia harus tetap bersabar atau pindah ke pekerjaan lain. Hal ini dapat disamakan dengan persoalan keinginan kita untuk disukai, missal seseorang tidak suka dan memiliki persepsi buruk tentang kita. Hal ini akan memunculkan rasa marah atau keinginan untuk menjelaskan kepada seseorang tersebut hingga pandangannya terhadap kita berubah.
Seorang Stoik tidak akan membuang-buang waktu serta energi untuk adu mulut meyakinkan orang lain bahwa ia orang baik. Ia akan menunjukkan melalui tindakan-tindakan yang selaras dengan kebajikan secara konsisten dalam kesehariannya kalau dalam kata lain yah “speakless, act more” kalau orang lain mau suka atau tidak suka yah terserah dia.
Dalam hidup seorang Stoik mengharapkan yang terbaik tapi juga menyiapkan diri jika skenario terburuk terjadi, mereka juga melatih diri menciptakan jarak emosi yang sehat terhadap hal-hal disekitarnya karena jika kita cermati sebetulnya tidak ada yang permanen dalam hidup ini. Barang kesayangan bisa nggak sengaja rusak atau hilang begitu pula pekerjaan. Orang tercinta bisa pergi dari kehidupan kita secara tiba-tiba entah itu alasan peribadi atau dipanggil oleh yang kuasa.
Begitupula dengan kekuasaan, kekayaan, pekerjaan dan reputasi. Tidak ada jaminan pasti keberlangsungan hal-hal ini dalam hidup kita, berjarak secara emosi tidak menjadikan kita manusia yang dingin atau tidak peduli malah sebaliknya karena tahu betul apa yang kita miliki. Orang-orang yang ada dikehidupan kita sekarang bisa hilang atau pergi kapan saja ini mendorong kita semakin menghargai dan tidak menyia-nyiakan mereka selagi masih ada dalam hidup kita.
Inti dari ajaran Stoikisme itu sendiri adalah pertama, hidup dengan alam, ini akar dari ajaran Stoikisme kita harus hidup sesuai dengan hakikatnya seorang manusia, memiliki nalar. Kedua, tidak ada hal buruk di dunia, semuanya bersifat netral dan keburukan yang ada hanyalah persepsi salah, oleh sebab itu kita harus selalu bisa membedakan fakta dan opini. Ketiga, pahami bahwa ada dua hal yang dapat dan tidak dapat dikontrol di dunia ini. Hal yang dapat dikontrol ialah emosi. Persepsi dan reaksi, sedangkan hal yang tidak dapat dikontrol ialah kekayaan, kecantikan dan kesehatan.
Kemudian orang Stoik, selalu berpikir untuk jangan pernah menggantungkan kebahagiaan ke dalam hal-hal yang tidak bisa dikontrol. Terakhir, tidak semua orang benar-benar jahat. Kebanyakan orang hanya tidak mengetahui, jika apa yang telah mereka lakukan itu salah.
Jadi, sudah siapkah kamu untuk menjadi seorang Stoik?
Caca
Referensi : Berbagai Sumber