Sulawesi Selatan memiliki sejarah maritim yang kaya dan membanggakan, di mana Kerajaan Gowa-Tallo memainkan peran penting dalam membangun kejayaan Nusantara. Sebagai pusat kekuatan maritim, kerajaan ini tidak hanya menguasai jalur perdagangan strategis tetapi juga menanamkan semangat kedaulatan di wilayah perairan Nusantara.
Melansir dari penelitian yang berjudul Politik Islamisasi Kerajaan Gowa-Tallo Terhadap Tiga Kerajaan Tellumpoccoe Pada Abad XVII, Kerajaan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 di bawah kepemimpinan Raja Gowa Sultan Hasanuddin. Kerajaan Tallo berhasil ditaklukkan pada tahun 1490 di bawah pemerintahan raja Gowa ke-9, yakni Karaeng Matandre, Karaeng Manguntungi, Tuma’parisi Kallonna. Setelah kerajaan Gowa berhasil menaklukkan kerajaan Tallo, maka diadakan perjanjian yang disertai antara raja Gowa dan raja Tallo serta gellarang dibalai Kerajaan. Sumpah antara kedua kerajaan tersebut berbunyi;
“Barang siapa yang mengadu domba kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo, maka dia akan dikutuk oleh dewata.”
Maka sejak saat itulah hubungan antara dua kerajaan ini sangat erat dan sulit untuk dipisahkan. Bahkan ada ungkapan yang menggambarkan hubungan antara dua kerajaan tersebut dengan sebutan ‘sereji ata, naruang karaeng’ yang artinya satu rakyat dua raja. Karena keterkaitan tersebut, maka dua kerajaan ini disebut sebagai kerajaan kembar Gowa-Tallo, yang selanjutnya kemudian bersatu menjadi Kerajaan Makassar. Seiring berjalannya waktu, kerajaan Gowa-Tallo menjadi salah satu kerajaan terbesar di wilayah Indonesia Timur.
Berkat lokasinya yang strategis di jalur perdagangan internasional, Gowa-Tallo menjadi pusat perdagangan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang dari Asia hingga Eropa. Pelabuhan Somba Opu, sebagai salah satu pusat aktivitas maritimnya, menjadi simbol kekuatan ekonomi dan politik Sulawesi Selatan pada masa itu.
Kemampuan navigasi dan pelayaran masyarakat Gowa-Tallo juga menjadi keunggulan tersendiri. Para pelaut dari kerajaan ini terkenal sebagai penguasa lautan, menjelajahi perairan luas untuk berdagang dan menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan lain. Mereka tidak hanya membawa hasil bumi Sulawesi seperti rempah-rempah, tetapi juga memperkenalkan budaya maritim Nusantara ke mancanegara.
Kerajaan Gowa-Tallo memiliki visi untuk menjaga kedaulatan laut Nusantara. Melalui armada laut yang kuat, mereka mampu mempertahankan wilayah perairan dari ancaman luar, termasuk dari penjajah yang mencoba menguasai jalur perdagangan strategis. Upaya ini mencerminkan semangat yang relevan dengan peringatan Hari Nusantara, yaitu pentingnya menjaga kedaulatan dan keberlanjutan laut Indonesia.
Hingga kini, jejak kejayaan maritim Kerajaan Gowa-Tallo masih terasa dalam budaya Sulawesi Selatan. Tradisi pelayaran dengan kapal Pinisi, yang telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO, menjadi salah satu warisan nyata semangat bahari masyarakat Bugis-Makassar. Kapal Pinisi tidak hanya simbol kejayaan maritim masa lalu, tetapi juga representasi ketangguhan dan kreativitas masyarakat Sulsel di era modern.
Peringatan Hari Nusantara menjadi momen penting untuk mengingat kembali peran besar Kerajaan Gowa-Tallo dalam membangun kejayaan maritim Nusantara. Semangat bahari yang diwariskan oleh para leluhur menjadi pengingat bahwa laut adalah sumber kehidupan yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan bijak. Generasi muda dapat terus menjaga dan mengembangkan potensi maritim Indonesia untuk masa depan yang lebih cerah dengan meneladani sejarah ini.
Selamat Hari Nusantara! Mari bersama menjaga kejayaan laut Indonesia sebagai warisan bangsa yang tak ternilai.
Penulis: Riska Rabiana