Profil KH Ahmad Dahlan
Salah satu lingkungan religius di Kampung Kauman, Yogyakarta, Muhammad Darwis dilahirkan pada 1 Agustus 1868. Anak keempat dari tujuh bersaudara ini dibesarkan dalam keluarga ulama terpandang. Ayahnya, Kiai Abu Bakar, adalah seorang khatib Masjid Gede Kauman, sementara ibunya, Siti Aminah, mendidik anak-anaknya dengan nilai-nilai keislaman yang kokoh.
Lingkungan Kauman yang kala itu menjadi pusat aktivitas keagamaan Kesultanan Yogyakarta, membentuk pemahaman awal Ahmad Dahlan tentang Islam. Namun, ia juga melihat ironi besar: praktik keagamaan masyarakat banyak yang bercampur dengan adat dan jauh dari semangat ajaran Al-Qur’an dan Hadis. Dari sinilah pemikirannya tentang perlunya pembaruan Islam mulai berkembang.
Perjalanan Pendidikan yang Melahirkan Visi Besar
Ahmad Dahlan memulai pendidikannya dengan mempelajari Al-Qur’an, fikih, dan tasawuf dari ayah dan guru-guru setempat. Namun, ia haus akan ilmu yang lebih luas. Pada usia 15 tahun, ia pergi ke Mekah untuk menunaikan haji dan sekaligus memperdalam pemahaman agama.
Selama lima tahun di Mekah, ia tidak hanya mempelajari ilmu agama dari kitab-kitab klasik, tetapi juga terpapar gagasan pembaruan Islam dari Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani. Kedua tokoh ini menekankan pentingnya kembali kepada Al-Qur’an dan Hadis, sekaligus membuka diri terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern. Sepulangnya ke Indonesia, ia mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan, sebagai bentuk identitas baru dalam menyongsong perjuangannya.
Mengapa Muhammadiyah Didirikan?
Pada awal abad ke-20, Ahmad Dahlan melihat tantangan besar yang dihadapi umat Islam di Indonesia: kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan sosial. Praktik agama yang cenderung ritualistik tanpa pemahaman mendalam semakin memperparah keadaan. Belum lagi penjajahan Belanda yang menekan rakyat pribumi, baik secara politik, ekonomi, maupun budaya.
Ahmad Dahlan yakin bahwa Islam adalah agama pembebasan, tetapi umatnya perlu dibangkitkan melalui pendidikan dan tindakan nyata. Pada 18 November 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di Yogyakarta. Organisasi ini berfokus pada tiga hal utama:
- Pendidikan: Membangun sekolah-sekolah modern yang mengajarkan ilmu agama dan ilmu umum.
- Kesehatan: Membuka layanan kesehatan untuk masyarakat miskin melalui rumah sakit dan klinik.
- Dakwah Sosial: Memberdayakan masyarakat dengan nilai-nilai Islam yang progresif dan berkeadilan.
Langkah Strategis di Awal Perjuangan
Langkah pertama Ahmad Dahlan adalah mendirikan sekolah Muhammadiyah yang berbeda dari pesantren tradisional. Sekolah ini menggabungkan ilmu agama dengan pelajaran umum seperti matematika, sains, dan geografi. Inovasi ini awalnya menuai kritik dari ulama konservatif, tetapi Ahmad Dahlan tetap melangkah maju.
Ia juga membentuk kelompok Hizbul Wathan (HW) sebagai gerakan kepanduan yang menanamkan nilai disiplin dan cinta tanah air pada generasi muda. Selain itu, ia menginisiasi pendirian rumah sakit PKU Muhammadiyah untuk memberikan layanan kesehatan yang terjangkau bagi masyarakat miskin.
Peran Muhammadiyah dalam Perjuangan Kemerdekaan
Muhammadiyah tidak hanya menjadi organisasi keagamaan, tetapi juga kekuatan sosial yang turut berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pendidikan Muhammadiyah melahirkan tokoh-tokoh nasional seperti Ki Bagus Hadikusumo, yang berperan penting dalam perumusan Piagam Jakarta.
Selain itu, Muhammadiyah mendukung Sarekat Islam dan organisasi pergerakan lainnya dalam melawan penjajahan Belanda. Ahmad Dahlan meyakini bahwa Islam harus menjadi inspirasi untuk memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan.
Perkembangan Muhammadiyah Hingga Hari Ini
Hingga saat ini, Muhammadiyah telah tumbuh menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia dengan kontribusi yang luar biasa di berbagai bidang:
1. Pendidikan:
- Muhammadiyah mengelola lebih dari 1.200 sekolah dasar, 1.000 sekolah menengah pertama, dan 600 sekolah menengah atas di seluruh Indonesia.
- Di Sulawesi Selatan, Muhammadiyah memiliki jaringan sekolah yang signifikan, termasuk beberapa sekolah unggulan yang mengintegrasikan nilai Islam dan pendidikan modern.
- Di tingkat perguruan tinggi, Muhammadiyah mengelola lebih dari 170 universitas, institut, dan akademi, termasuk Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh), Universitas Muhammadiyah Parepare, dan Universitas Islam Ahmad Dahlan (UIAD) Sinjai.
2. Kesehatan:
- Muhammadiyah memiliki lebih dari 500 rumah sakit dan klinik yang tersebar di berbagai daerah. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah menjadi pelopor layanan kesehatan berbasis Islam yang berkualitas dan terjangkau.
3. Sosial dan Lingkungan:
- Muhammadiyah aktif dalam penanggulangan bencana melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC).
- Organisasi ini juga berperan dalam advokasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, seperti melalui gerakan hemat energi dan kampanye peduli lingkungan.
4. Dakwah Digital:
- Di era digital, Muhammadiyah memanfaatkan teknologi untuk dakwah, pendidikan, dan pengembangan sosial. Platform digital Muhammadiyah menjadi sarana untuk menjangkau masyarakat luas dengan nilai-nilai Islam yang moderat dan progresif.
Pesan Abadi KH Ahmad Dahlan
KH Ahmad Dahlan tidak hanya meninggalkan organisasi, tetapi juga nilai-nilai yang terus hidup dalam perjuangan Muhammadiyah. Salah satu pesan terpentingnya adalah:
“Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”
Pesan ini mengingatkan seluruh anggota Muhammadiyah untuk bekerja dengan ikhlas demi kebaikan umat, bukan demi kepentingan pribadi. selain itu ia juga menyampaikan kalimat indah sebagai wejangan kehidupan (“Bergeraklah membawa cahaya untuk sesama, karena Islam adalah solusi, bukan sekadar identitas).”
Muhammadiyah adalah bukti bahwa semangat pembaruan Islam dapat menggerakkan perubahan nyata, tidak hanya untuk umat Islam, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Perjuangan KH Ahmad Dahlan adalah inspirasi abadi untuk terus bergerak, mengabdi, dan membawa rahmat bagi semesta.
Ryn