Sahabat Damai, Terlepas dari perbedaan rakaat pada sholat tarawih. Penting kiranya kita memahami ritual ibadah tarawih mulai dari akar-akarnya.
Menurut akar bahasa, kata Tarawih merupakan istilah dari bahasa Arab dalam bentuk jamak (jamak) tarawîhah. Makna istilah dari kata tersebut digunakan untuk ritual sholat yang dilaksanakan di seluruh malam di bulan Ramadhan.
Kata Tarawih, yah bahasa yang kerap digunakan karena ritual sholat ini dilakukan dengan menggunakan waktu setelah salam pada setiap dua rakaat untuk beristirahat menurut Pendapat al-Hafidz Ibnu Hajar .
Lain yang dikenal untuk menyebut Tarawih dengan Qiyam Ramadhan .Terkait dengan hukum pelaksanaannya, sebagaimana yang dikatakan Imam Nawawi dalam kitab “Sharhal-Muhazhab”, tarawih dalam fikih yang ditetapkan oleh mayoritas mazhab sunah bagi setiap muslim dewasa (mumayyiz)
Sedangkan hukum jamaah dalam melaksanakan sholat tarawih berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Abu Ishaq lebih utama (afdhal) dari pada melaksanakannya secara mandiri (munfarid).
Menelisik dalam sejarah tercatat sholat tarawih mengalami remodeling (perubahan bentuk) sesuai konteks ritual pelaksanaannya. Disebutkan oleh Athiyah setelah masa Nabi Rasulullah SAW.
Khalifah Ar-Rasyidin melakukan ijtihad terkait pelaksanaan tarawih yang di mulai dari masa sahabat nabi yaitu Abu Bakar Ra , di susul oleh Umar bin Khottob Ra , Utsman bin Affan Ra dan Ali bin Abu Tholib Ra.
Remodeling tata cara pelaksanaan tarawih juga terjadi pada periode-periode selanjutnya sampai pada masa raja Sa‟ud .
Perubahan yang terjadi dalam sholat terawih pada masa Abu Bakar Ra . tidak signifikan, karena masa ini masih dekat dengan masa Nabi SAW sehingga tidak ada sumber yang menjelaskan bentuk baru dari ritual tarawih pada masa tersebut.
Menurut penjelasan dari riwayat Abu Hurairah Ra , Rasulullah SAW memberi anjuran untuk melaksakan tarawih bagi umat muslim pada waktu itu tanpa memberikan penekanan terkait perintah pelaksanaanya.
Kemudian pasca Rasulullah SAW wafat, pelaksanaan pun demikian adanya. Riwayat ini disambung oleh Baihaqi Ra . dengan kutipannya bahwa Ahmad bin Mansur al-Ramadi Ra menambahkan keterangan dalam riwayatnya yaitu : “tarawih tetap pada kondisi sebagimana ketika masa Nabi SAW”. Hingga zaman Abu Bakar Ra . dan awal kepemimpinan Umar Ra .
Riwayat dari Malik Ra . dari Abdullah bin Abu Bakar Ra . mengatakan, “saya mendengar bapakku berkata, di bulan ramadhan kita mempersiapkan makanan untuk sahur selesai melaksanakan tarawih karena takut datang fajar”.
Kalimat tersebut menyatakan bahwa surat yang dibaca ketika sholat tarawih sangat panjang, sehingga butuh waktu lama dalam pelaksanaannya.
Sahabat damai, kisah yang disebutkan dari riwayat tadi tidak terjadi di masa Nabi SAW, Maka di simpulkan shalat tarawih pada masa Abu Bakar ra. mengalami perubahan seperti yang disebutkan sebelumnya, yakni dalam pelibatan anak-anak dan bacaan surat yang panjang dalam pelaksanaan tarawih.
Selajutnya pada masa Umar Ra. yang paling dimaklumi oleh umat muslim pada saat ini adalah pelaksanaan tarawih secara berjamaah, baik di rumah ataupun di masjid. Ada dua riwayat yang menjadi dasar yaitu athar dari Iyas al-Hazhli dan Abd al-Rahman.
Sehingga dari riwayat ini disebutkan alasan ijtihad Umar Ra terkait pelaksanaan sholat berjamaah yang erat hubungannya dengan kualitas bacaan surat antara para ahli baca al-Quran yang menyebabkan persaingan di antara mushalli bagi Qori yang bagus dalam bacaan suratnya ketika melaksanakan sholat tarawih atau melaksanakan tarawih secara sendiri dan terpisah.
Sehingga muncullah kelompok-kelompok, tidak mencerminkan kebersatuan umat muslim dan mengarah untuk saling pamer kemerduan dan lagu di antara qurra.
Dasar itulah “Tadqim Ala dar’i almafsadah ala jalb al-mashlahah” dalam situasi itu, Umar Ra . memutuskan agar sholat tarawih dilaksanakan secara berjam-jam di masjid dan dengan satu imam yang paling bagus bacaan al-Quran-nya, yakni Ubay bin Ka‟ab .
Bahkan dengan ijtihadnya itu, Umar Ra . berkata ” in kanat hazihi bid’ah, Fani’mat al-bid’ah ” artinya (jika yang demikian ini tarawih berjamaah adalah bidah, maka ini termasuk bidah yang nikmat).
Tentang perkataan “bid’ah‟ Umar Ra. tersebut, Athiyah mengulasnya secara panjang dengan menyimpulkan yang dimaksud adalah bukan bidah dalam syariat, melainkan hanya diartikan sebagai pemula dalam melakukan reform tarawih dengan berjamaah dan menentukan rakaat tarawih sejumlah 21 Rakaat.
Masa Utsman Ra, tarawih tidak mengalami perubahan yang signifikan dari masa Umar Ra. hanya beberapa riwayat yang menjelaskan pada masa Utsman Ra. ini, Ali Ra. menjadi imam dalam tarawih selama 20 malam di bulan ramadhah dengan penambahan doa hatam al-Quran setalah bacaan surat penutup dalam tarawih.
Sebagaimana yang dimaktubkan oleh Ibnu Qudâmah dalam kitab “al-Mughnî” dalam pasal “khatm al-Qur’an”¸ “berkata Fadlal bin Ziyâd, “saya bertanya kepada Abu Abdillah, saya akan menghatamkan al-Quran, apakah saya melakukannya di witir atau tarawih? lakukan saja di dalam tarawih, sehingga kita mendapatkan dua doa.
Sayapun bertanya, bagaimana saya bisa melakukannya? Ia menjawab, setelah kamu menyelesaikan membaca surat al-Quran terakhir, maka angkatlah kedua tanganmu sebelum kamu rukuk, berdoalah bersama kami dalam sholat, dan berlama-lamalah dalam berdiri.
Saya pun bertanya, apa yang saya baca dalam doa? Ia menjawab, terserah kamu. Saya pun melakukan sesuai perintahnya dan ia pun bedoa sambil berdiri dan mengangkat kedua kalinya bersamaku”.
Masa Ali Ra., tarawih juga tidak mengalami perubahan yang signifikan dalam tata pelaksanaannya, melainkan hanya Ali Ra.memberikan ruang bagi wanita untuk menjadi imam bagi jamaah wanita, demikian juga jamaah laki-laki juga di imami oleh laki-laki dan untuk sholat witir, Ali Ra. sendiri yang menjadi imam bagi jamaah laki-laki dan wanita.
Terkait jumlah rakaat tarawih sama dengan yang dilaksanakan di masa Utsman Ra . dan Umar Ra . yakni 20 rakaat dan membaca doa hatam al-Quran pada rakaat sholat tarawih sebagaimana yang sudah biasa dilakukan di masa Utsman Ra .
Di antara imam wanita yang ditunjuk pada saat itu adalah “Arfajah alThaqafi” untuk menjadi imam wanita dalam ruangan yang hanya ada wanita. sebagaimana yang diriwayatkan al-Mirwazi , “Arfajah al-Thaqaf” mengatakan, “Ali Ra. memerintahkanku untuk menjadi imam pada sholat tarawih”.
Sahabat damai, demikianlah siklus sejarah pelaksanaan sholat tarawih di masa Baginda Rasulullah SAW. sampai masa Ali Ra., remodeling tata cara pelaksanaan sholat tarawih diwarnai oleh ijtihad yang tidak merubah esensi syar‟inya hingga yang dilakukan dari masa kemasa. Semoga dengan adanya tulisan ini, kita tidak buta lagi dalam memahami sejarah tarawih. (Ryn manist.)
Berbagai Sumber Referensi