Umat Islam tidak dapat memisahkan diri dari bangunan suci (Masjid) sebagai tempat sakral dalam kehidupan sehari-hari. Masjid merupakan pranata sosial Islam dan mempunyai nilai rahmatan lil’alamin. Al-Qur’an menyebutkan kata masjid sebanyak 28 kali.
Pengertian Masjid dari segi bahasa, berasal dari kata “SAJADAH – SUJUD” yang berarti patuh, taat, tunduk, dan takzim yang artinya sebagai bentuk penyerahan diri hidup penuh hormat pada Allah SWT. Kata Sajada mengandung dua makna pada keterpaksaan dan usaha. Ihtiar dan pasrah adalah wujud berserah pada keberadaan alam raya sebagai bentuk sajada dalam Bahasa arab dan sujud dalam Bahasa Indonesia pada Tuhan.
Demikian dari segi makna etimologis sajada cukup terang. Hal ini juga memiliki makna luas yang cukup gamblang. Makna luas tersebut menunjukan bahwa masjid sebagai kata tidak lagi bertumpu pada tempat sujud tetapi berkembang pada kegiatan berbagai kajian-kajian alam dan sosial dalam rekonstruksi sosial masyarakat seperti zaman Nabi Muhammad SAW yang mengfungsikan masjid dalam kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, keselamatan, pendidikan, dan ibadah.
Pada Zaman Rasulullah, masjid Nabawi memiliki fungsi sebagai tempat ibadah mahdhah untuk sholat wajib dan sholat sunnah, sebagai tempat pusat pengajaran dan pendidikan Islam, sebagai sarana pusat Informasi tentang Islam, sebagai tempat musawarah penyelesaian konflik dan perkara umat, sebagai pusat kegiatan ekonomi, dan sebagai tempat transaksi kegiatan sosial dan politik sebab utama pada zaman Nabi yang menempatkan masjid sebagai pusat rujukan bagi umat Islam dalam bernegara yang baik.
Masjid sebagai Baitullah mempunyai makna sebagi tempat ketenangan hidup dalam Psikologi rohani. Saat ini pengembangan masjid menjadi pusat ekonomi berpacu pada sunah nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Hambali. Hal ini berbicara tentang menghidupkan masjid akan dilapangkan rejeki berbentuk jamuan setiap pergi dan pulang dari masjid. Dalam sejarah islam, Masjid Quba adalah masjid pertama yang bertujuan untuk lembaga penyebaran dakwah dan pembentukan strategi umat dalam kehidupan sosial dan politik.
Masjid memiliki multifungsi pada puncak kejayaan Turki Utsmaniyah yang terkenal dengan istilah kulliye. Masjid besar Istanbul memiliki berbagai macam sarana publik yang monumental pada fasilitas sekolah dasar, madrasah, rumah sakit, sekolah farmasi, hotel untuk para musafir, penginapan untuk para sufi, dapur umum, tempat pemandian umum, tempat olahraga, kafe, perkuburan umum, perkuburan para raja, dan pusat-pusat pertokoan sehingga bisa dikatakan masjid sebagai program kesalehan sosialdalam kesalehan individual.
Masjid menjadi isu yang sangat krusial dibahas akhir-akhir ini, akibat berawal dari penyampaian Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Polri, Brigjen Pol Umar Effendi membeberkan pihaknya akan melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme yang di kemukakan dalam agenda Halaqah Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme yang digelar MUI disiarkan di kanal YouTube MUI, Rabu (26/1/2022) bulan kemarin.
“Masjid warnanya macam-macam ada yang hijau, ada yang keras, ada yang semi keras dan sebagainya. Ini jadi perhatian kita semua,” kata dia”.
Pernyataan tersebut menyebabkan beberapa asumsi dikalangan para ormas islam. Ada yang setuju dan ada juga yang menentang dilakukan pemetaan di masjid, misalnya Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Fahrur Rozi menilai itu tidak masalah sepanjang pemetaan dilakukan secara objektif dan profesional dalam rangka penungkatan kewaspadaan juga bukan cuman masjid tetapi tempat ibadah agama lain juga perlu.
Disisi lain, Sekretaris Jenderal DMI (Dewan Masjid Indonesia) Imam Addaruquthni mengkhawatirkan sebagian pengurus masjid bisa saja akan tersinggung dengan pemetaan yang akan dilakukan Polri.
“Malah khawatirnya kalau terjadi efek respons yang kurang positif dari masjid-masjid kalau kegiatannya bersifat benar-benar menyasar kepada dugaan adanya terorisme dan radikalisme dari masjid,” kata Imam saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (26/1).
Asumsi pemetaan masjid demi meningkatkan kewaspadaan terhadap paham radikalisme, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) ikut bersuara, ia menyebut bahwa tidak ada masjid yang radikal. Masjid jangan disalahkan, jika ada pihak terlibat dalam pemahaman tersebut maka yang menyampaikan argumentasi itulah yang salah.
“Tidak ada masjid yang radikal karena itu mungkin saja dari sisi caranya berbicara ada (kesalahan),” kata JK dalam Rakernas PKS di Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (31/1).
Senada, Wakil Presiden Ma’ruf Amin memastikan radikalisme tidak bisa tumbuh di rumah ibadah seperti masjid karena sudah diatur dalam peraturan bersama menteri (PBM) yang diterbitkan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri.
“Sebenarnya PBM itu merupakan kesepakatan majelis agama bagaimana menangani (radikalisme). Sebelumnya kan ada konflik, dengan adanya PBM itu sudah ada solusinya, aturannya,” jelasnya di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (31/1).
Perubahan radikal dengan cara persuasif yang damai memunculkan kekerasan fisik dan kekerasan simbolik. Pada akhirnya, radikalisme cenderung pada tindak kekerasan dengan halal bunuh diri dalam perwujudan kebermaknaan hidup sang pelaku kekerasan sehingga ketakutan akan lahirnya paham radikalisme dengan ideologi teror menggurita dalam aksi aktor baru.
Ada juga metode baru dalam masjid, biasanya ditandai dari siapa yang sedang berdakwah di dalamnya, paham apa yang disampaikan sehingga dalam menangkal gerakan-gerakan radikal yang masuk masjid sudah saatnya semua pihak harus terlibat aktif memeranginya. Kerjasama dari ta’mir masjid, masyarakat sekitar masjid, dan pengguna masjid secara luas dalam informasi yang mencurigakan dalam kegiatan pada masjid harus benar-benar di periksa dengan tegas sehinggapenyelenggaraan kegiatan harus menjaga keseimbangan sistem dan fungsi masjid yang sebenarnya yaitu baitullah (tempat ibadah umat muslim).
Sahabat damai, artikel ini menekankan bahwasannya tidak ada masjid yang radikal melainkan adanya individual yang membawa ajaran salah berbalut kegiatan keagamaan dengan memasukkan unsur-unsur pemahaman radikal. Masjid merupakan sarana yang berfungsi untuk penyelenggaraan berbagai macam kegiatan umat Muslim yang dilandasi pemahaman tentang islam rahmatan lilalamin dengan sistem sosial dan kepribadian yang berintegrasi terhadap berbagai komponen yang ada di masyarakat sebagai bentuk keseimbangan sistem dalam masjid yang terwujud dengan baik sebab Islam merupakan keberkahan untuk semesta alam.
Rynmanist
Referensi : Berbagai Sumber