free page hit counter
Uncategorized

Sipakatau, Sipakalabbi dan Sipakainga Siap Melawan Ideologi Transnasional

Indonesia adalah negeri dengan 1001 kekayaan dan keberagaman budaya. Budaya-budaya yang terdapat di Indonesia tersebar di seluruh nusantara dari Sabang hingga Merauke. Budaya yang ada memiliki ciri khasnya masing-masing. Mulai dari ragam corak pakaian, gaya bangunan rumah, upacara adat, pernikahan, kematian, bercocok tanam hingga nilai-nilai yang melekat pada masyarakatnya.

Keberagaman budaya tersebut pun menghadirkan nilai-nilai tersendiri bagi masyarakat pemilik adat. Nilai-nilai atau Filosofi pada setiap daerah yang ada di Indonesia cenderung menggambarkan karakter atau ciri khas dari daerah tersebut. Salah satu daerah dengan nilai atau filosofi yang terkenal ialah Sulawesi Selatan.

Terdapat budaya/nilai moral yang dijadikan falsafah sakral kehidupan, serta dijunjung tinggi oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Falsafah hidup itu ialah sipakatau, sipakalabbi dan sipakainga yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai kehidupan serta budaya moral bagi masyarakat suku Makassar, suku Bugis, dan Suku Toraja, suku asli penduduk Sulawesi Selatan.

Falsafah sipakatau, sipakalabbi dan sipakainga hanya dapat dirasakan oleh penganutnya, sehingga tak ada defenisi yang paling tepat untuk menjabarkan pengertiannya. Itulah luar biasanya sebuah nilai pada budaya, sulit tergantikan karena telah mengakar. Namun, tidak menutup kemungkinan ancaman berubahnya nilai yang ada.

Perubahan atau bahkan hilangnya nilai falsafah tersebut dapat terjadi jika para generasi  muda tidak lagi bangga akan budaya tersebut. Seperti yang sedang tren kini, kita mulai mendengar keberadaan paham trans-nasional. Pada paragraf berikutnya Penulis akan mencoba memberikan deskripsi lengkap falsafah sipakatau, sipakalabbi dan sipakainga serta peranannya dalam membentengi masyarakat dari ideologi trasn-nasional

Mengenal istilah Ideologi Transnasional

Ideologi Transnasional, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah berkenaan dengan perluasan atau keluar dari batas-batas negara. Biasanya, ideologi ini sangat terbuka untuk diperdebatkan, karena memiliki indikator dan metodologi yang jelas. Lalu, salah satu bahaya terbesar yang dapat ditimbulkan paham transnasional yakni, memberikan angin segar kepada aksi radikal dan terorisme.

Tidak menutup kemungkinan aksi-aksi radikal dan terorisme tersebut dapat terjadi di masa pandemi seperti sekarang ini atau malah sedang melanda Afganistan, menyulut semangat beberapa oknum untuk bangkit dan menyusun rencanan perlawanan dalam tindak kekerasan. Semakin rendahnya minat generasai muda terhadap budaya lokal menjadi faktor signifikan dalam memuluskan paham Trasnasional. Lalu apa solusi yang tepat untuk menangkalnya?

Solusi yang dapat dilakukan untuk melawan paham tersebut ialah mengangkat nilai-nilai budaya lokal. Budaya lokal harus tetap memiliki tempat dan peran di hati masyarakat Indonesia. Keberadaan budaya lokal menjadi sangat penting untuk tetap lestari. Terutama budaya yang berkaitan dengan nilai, falsafah ataupun prinsip dan padangan hidup masyarakat. Seperti, falsafah sipakatau, sipakalabbi dan sipakainga

Lalu, apa itu sipakatau, sipakalabbi dan sipakainga?

Pertama, Sipakatau

Sipakatau adalah sebuah sifat yang memanusiakan manusia. Artinya, kita sebagai manusia dituntut untuk harus saling menghormati satu sama lain. Sikap untuk selalu berbuat sopan dan santun pada sesama, tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan, semua manusia dianggap memiliki kedudukan yang sama.

Nilai sipakatau merupakan cerminan budaya orang Sulawesi Selatan yang mampu memposisikan diri mereka dan orang lain sebagai manusia atau makhluk ciptaan Tuhan yang mulia dan harus dihargai serta diperlakukan dengan sebaik mungkin. Intinya, semua orang adalah manusia yang harus dimanusiakan. Saling memanusiakan agar terciptanya sikap tenggang rasa antar masyarakat berbudaya.

Kedua, Sipakalabbi

Sipakalabbi merupakan sifat saling memuliakan atau menghargai satu sama lain. Artinya sifat yang senantiasa menyenangi segala hal yang berbau keindahan, dalam hal ini sikap memuliakan dan menghargai. Mengakui kelebihan orang lain serta kekurangan diri sendiri, menerima segala keadaan tersebut dengan hati yang terbuka dan saling menutupi kekurangan masing-masing.

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan merasa senang jika dipuji dan diperlakukan dengan baik serta layak oleh sesama manusia. Sifat memuliakan dalam sipakalabbi memiliki arti sebagai pantangan atau larangan bagi manusia untuk saling melihat kekurangan yang ada pada diri orang lain. Jika ada aib orang lain, maka pantang bagi kita untuk menyinggung apalagi menyebarluaskannya.

Ketiga, Sipakainga’

Sipakainga’ merupakan sifat yang hadir dan dimaksudkan untuk saling mengingatkan antar sesama manusia. Tidak terlepas dari kekhilafan dan dosa, manusia memiliki sifat pelupa, maka saling mengingatkan satu sama lain adalah kewajiban yang harus terus dipupuk.  Sipakainga’ diharapkan mampu membuat struktur masyarakat menjadi peka dalam bertindak yang harus sesuai dengan norma serta etika yang ada. Oleh sebab itu, sebagai bangsa yang beradat, dalam mengingatkanpun kita harus menggunakan cara yang baik.

Sejatinya falsafah sipakatau, sipakalabbi dan sipakainga merupakan suatu budaya yang meningkatkan harkat martabat dan harga diri penganutnya. Budaya ini memiliki peranan penting dalam membangun karakter manusia yang berbudi luhur. Oleh sebab itu, budaya tersebut akan lebih bermanfaat lagi apabila dapat dirumuskan kembali dan menjadi unsur penting kehidupan masyarakat modern.

Adanya paham Trans-nasional mengancam sipakatau, sipakalabbi dan sipakainga

Tak dapat dipungkiri, majunya teknologi mampu mengubah sebagian besar dari hidup manusia. Jika pada zaman dahulu, orang akan dinilai sebagai golongan miskin jika hanya berkendara dengan sepeda. Kini, orang kaya justru berlomba-lomba naik sepeda. Nenek kita akan risih jika fotonya tersebar, hari ini malah sebaliknya.

Kemudian, ada rasa malu jika seseorang berjoget-joget di pinggir jalan. Nyatanya, saat ini sedang menjadi tren. Saat berbuat kejahatan, kakek kita dulu mungkin akan melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Tapi, hari ini malah ada yang namanya siaran langsung. Agar semua orang bisa melihat perbuatan kita.

Kini, nilai kearifan lokal seolah tak memiliki tempat lagi. Tak ada lagi yang saling mengingatkan, ya Sipakainga atau saling mengingatkan antar manusia perlahan menghilang. Sipakatau antar manusia, sikap dan rasa saling memanusiakan kini perlahan hilang. Perilaku menghargai antar umat manusia kini mulai terdegradasi zaman. Hasilnya, nilai-nilai edukatif sudah bergeser dan digantikan oleh perilaku hidup yang jauh dari identitas bangsa Indonesia.

Manusia jaman sekarang cenderung menjadi pribadi yang korup, boros, materialistis, konsumtif, diskriminatif dan tidak menoleransi lagi perbedaan. Nilai-nilai adiluhur kini terkesan hanya sebagai pajangan belaka.

Paham transnasional menjadi duri dalam daging yang semakin marak diselundupkan. Penyelundupannya beranekaragam, mulai dari ajaran dan kajian ilmiah di sarana pendidikan seperti sekolah dan kampus. Serta yang disebarkan langsung oleh oknum yang memanfaatkan jagat maya sebagai mediumnya.

Kondisi ini semakin diperparah dengan target yang dipilih oknum yakni para generasi muda, anak-anak usia sekolah. Meluasnya penyebaran paham ini harus ditangkis dengan budaya lokal yang harus terus diturunkan dan diajarkan secara mendalam. Seperti sipakatau, sipakalabbi, dan sipakainga yang mampu melawannya.

Sipakatau, Sipakalabbi dan Sipakainga Harus Bangkit dan Melawan Trans-Nasional

Melawan bangsa sendiri memang tidaklah mudah, seperti kata Soekarno. Tetapi, bukan berarti tidak mungkin. Nilai sipakatau, sipakalabbi, dan sipakainga masih terlalu sakti untuk dikalahkan oleh faham transnasional. Nilai sipakatau, sipakalabbi, dan sipakainga telah menjadi pegangan hidup masyarakat Sulawesi Selatan yang masih terus dijunjung tinggi.

Namun, dengan hadirnya paham transnasional harus menjadi lampu kuning bagi semua masyarakat Indonesia yang berbudaya dan beradat. Momok itu tak bisa dipungkiri keberadaanya, maka menanam kembali nilai sipakatau, sipakalabbi, dan sipakainga harus terus dikobarkan. Nilai-nilai kebaikan yang ada pada budaya kita, harus tetap dilahirkan kembali.

Memupuk kembali nilai-nilai lokal yang telah ada sejak zaman dahulu kala bukanlah hal yang mustahil. Hanya memerlukan proses dan keinginan, serta kerjasama dari semua pihak. Sebagai warga negara, kita memerlukan kerjasama yang baik dan terorganisir dengan segenap dukungan serta bantuan dari pemerintah. Dapat dikatakan, saling memberikan support dalam segala bentuk usaha.

Pengembangan nilai-nilai budaya lokal sangat dibutuhkan oleh masyarakat kita sekarang ini. Sebab, zaman boleh berganti, tetapi Indonesia tetaplah bangsa timur dengan 1001 kebudayannya yang tak ditemukan di negara lain dan tentunya tak akan lekang oleh zaman. *ilm

Join The Discussion